Opini :
Sebagai Bupati dan Budayawan yang berjuang untuk
mengembalikan nilai nilai kearifan lokal yaitu Budaya Sunda untuk spirit
pembangunan, rasanya tidak berlebihan kalau saya menjuluki Kang Dedi
Mulyadi atas keberanian dan kesungguhannya berjuang mengembalikan nilai
nilai luhur tersebut, sebagai The Rising Sun (Si Matahari Terbit),
"Karena matahari terbit selalu membawa harapan untuk kita semua."
#inspirasikangdedi
Loyalitas dari seorang sahabat untuk membuat,menampung opini, menyebarkan berita, video, slogan maupun propaganda semata mata untuk : MENGANTARKAN H.DEDI MULYADI,SH.(DANGIANG KI SUNDA) BERKANTOR DI GEDUNG SATE
Minggu, 31 Juli 2016
Sabtu, 30 Juli 2016
Rabu, 27 Juli 2016
"Refleksi: Melalui jalan Tradisi"
Buku Kang Dedi Mulyadi : MENGAYUH NEGERI DENGAN CINTA
Pelajaran Ke Enam : Tali Paranti Karuhun (tamat)
"Refleksi: Melalui jalan Tradisi"
Keberpihakan saya pada tradisi, sekali lagi, bukan dengan niatan menolak agama sebagai basis kehidupan. Agama adalah keyakinan, sedangkan tali paranti karuhun adalah cara yang menggenapi syariat agama. Keberpihakan pada tradisi di antaranya didorong oleh ramalan uga bahwa pada saat Sumedang ngarangrangan (seluruh daun-daun kehidupan Sumedang rontok oleh kemarau zaman), juga pada saat daerah-daerah lain ditatar Sunda ini mengalami kemunduran, uga itu menyatakan Purwakarta Digjaya Salawasna.
Uga itu bisa jadi dianggap sekadar ramalan atau isapan jempol belaka. Namun saya menanggapinya sebagai doa pendorong semangat, bahwa orang masa lalu menganggap Purwakarta sebagai benteng terakhir kebangkitan seluruh masyarakat Sunda. Uga itu saya jadikan spirit dan para karuhun bahwa mereka pernah melihat dan menyimpulkan bahwa pada masyarakat Purwakartalah akan muncul kebangkitan dan kesejahteraan masyarakat Sunda.
Tradisi adalah harta kita terakhir yang akan membedakan din kita dengan identitas manusia lain. Tradisi bagi saya adalah peta harta karun yang bila diikuti akan membuat segala sesuatu terbuka dengan sendirinya:
Pelajaran Ke Enam : Tali Paranti Karuhun (tamat)
"Refleksi: Melalui jalan Tradisi"
Keberpihakan saya pada tradisi, sekali lagi, bukan dengan niatan menolak agama sebagai basis kehidupan. Agama adalah keyakinan, sedangkan tali paranti karuhun adalah cara yang menggenapi syariat agama. Keberpihakan pada tradisi di antaranya didorong oleh ramalan uga bahwa pada saat Sumedang ngarangrangan (seluruh daun-daun kehidupan Sumedang rontok oleh kemarau zaman), juga pada saat daerah-daerah lain ditatar Sunda ini mengalami kemunduran, uga itu menyatakan Purwakarta Digjaya Salawasna.
Uga itu bisa jadi dianggap sekadar ramalan atau isapan jempol belaka. Namun saya menanggapinya sebagai doa pendorong semangat, bahwa orang masa lalu menganggap Purwakarta sebagai benteng terakhir kebangkitan seluruh masyarakat Sunda. Uga itu saya jadikan spirit dan para karuhun bahwa mereka pernah melihat dan menyimpulkan bahwa pada masyarakat Purwakartalah akan muncul kebangkitan dan kesejahteraan masyarakat Sunda.
Tradisi adalah harta kita terakhir yang akan membedakan din kita dengan identitas manusia lain. Tradisi bagi saya adalah peta harta karun yang bila diikuti akan membuat segala sesuatu terbuka dengan sendirinya:
Selasa, 26 Juli 2016
"Kebijakan Purwakarta, Kebijakan Kearifan Lokal"
Buku Kang Dedi Mulyadi : MENGAYUH NEGERI DENGAN CINTA
Pelajaran Ke Enam : Tali Paranti Karuhun
Pertama kali ketika menjadi wakil bupati, saya merasakan ada yang aneh pada Pendopo Kean Santang. Pendopo untuk rakyat mengadu kepada pemerintah, seharusnya tidak terlalu tertutup
dan seram. Kalau pendoponya tidak nyaman, mana mungkin rakyat merasa memiliki dan mendukung program pemerintah. Saat itu saya bercita-cita, “Bila saya jadi bupati kelak. saya akan mengubah pendopo ini menjadi lebih ramah dan mengundang
kehadiran rakyat!”. Maka saya pun mengubah pendopo ini menjadi lebih terbuka.
Pendopo ini dinamakan Pendopo Kean Santang, nama seorang tokoh Sunda — yang kemudian menjadi penyebar agama Islam— yang berani menjelajah ke segala arah untuk menemukan kebenaran. Kean Santang adalah sosok manusia yang terbuka dan perwira, ia mengakui kekutan orang lain dan siap untuk berubah sesuai dengan komitmen yang telah diberikannya. Saya pikir karakter seperti itulah yang seharusnya dipancarkan pendopo ini
kepada semua PNS juga kepada rakyat Purwakarta. Maka, secara perlahan saya mencoba menghadirkan sosok Kean Santang sebagai teladan kehidupan yang terus mencari kebenaran dengan cara terbuka dan menepati janji.
Sekarang ini, alhamdulillah raut wajah para pegawai di Pemkab Purwakarta yang tadinya kurang bergairah, kini mengalami perubahan menjadi tambah semangat. Pendopo menjadi terbuka dan disenangi warga masyarakat, saya pun dapat merenungkan kebijakan dengan nyaman, PNS juga terlihat bersemangat melakukan aktivitasnya.
Kemudian saya menetapkan gerakan bersepeda pada hari Jumat. Orang lain mungkin menganggap program ini remeh, hanya bersepeda. Namun, saya ingin memulai membangun dengan menghadirkan suasana, melalui suasana itu akan tumbuh rasa kebersamaan, rasa cinta, dan rasa betah. Target saya kadang-kadang naif, misalnya melalui bersepeda setidaknya akan mampu melahirkan kebahagiaan dengan bisa tertawa kendati dalam waktu sekejap. Itulah kearifan lokal, tidak langsung pada apa yang dituju, namun lebih memberi dukungan agar semua orang dapat mencapai cita-citanya.
Tidak hanya itu, demi mewujudkan lingkungan yang sehat, saya juga menggulirkan kebijakan berupa larangan parkir bagi kendaraan bermotor di depan kantor Setda/Bupati Purwakarta setiap hari Jumat. Sebelumnya saya juga telah mengeluarkan kebijakan yang tidak memperbolehkan kendaraan pegawai ataupun tamu masuk ke lingkungan kantor Setda/Bupati Purwakarta yang terletak di Jalan Gandanegara. Semua kendaraan, baik sepeda motor maupun mobil milik pegawai atau tamu, terpaksa parkir di jalan raya di depan kantor tersebut. Kebijakan ini merupakan salah satu upaya agar lingkungan di sekitar kantor pemkab terasa nyaman dan bersih.
Lalu saya mencanangkan slogan “Berseka” yang intinya memelihara kebersihan dan kelestarian alam. Saya mendorong penanaman pohon di area Situ Buleud, pelepasan bibit ikan di Situ Buleud, dan pelepasan burung di halaman.
Semuanya dilakukan atas dasar kearifan lokal yang menghargali alam, menyantuni alam, dan mengikuti pola kerja alam. Alam adalah rumah kita, bahkan dapat dikatakan sumber hidup kita. Tanpa alam, dapat dikatakan, tak akan ada kehidupan manusia. Sudah sekian lama kita hidup di tengah alam, namun
Iupa mengucapkan terima kasih pada alam. Melalui “Purwak arta Berseka”, saya ingin semua orang berbakti kepada alam sehingga alam pun memberikan kesuburan hasil panen kepada para petani.
Maka burung-burung pun dilepaskan pada salah satu Hari Ulang Tahun Purwakta. Pelepasan burung itu merupakan siloka bahwa mereka punya hak hidup berdampingan dengan manusia, sekaligus juga pesan dan doa. Burung yang dilepask an adalah pembawa pesan kepada segala satwa dan alam bahwa ada niat baik yang muncul pada masyarakat Purwakarta untuk kembali menjadi bagian dari alam. Pelepasan burung juga sebagai doa, seperti pelepasan burung setelah salat minta hujan kepada Allah agar kehidupan masyarakat Purwakarta mendapatkan cinta dan langit dan semua makhluk langit.
Selain itu, saya teninspirasi oleh hadis dalam Kitab Usf uriyah yang menceritakan keutamaan karakter Sayyidina
Umar. Ia membeli seekor burung dengan harga mahal dan Seorang anak kecil untuk dilepaskan. Kemudian konon setelah meninggal, Sayyidina Umar mendapatkan fasilitas alam barzakh yang luar biasa penuh kenikmatan. Fasilitas itu berasal dan pembebasan yang dilakukan Sayyidina Umar dan melepaskan burung yang tertindas. Lalu kisah itu ditutup dengan hadis, “Siapa yang mengasihi makhluk di bumi, maka semua makhluk langit akan mengisihinya”. Maka burung-burung yang dilepaskan itu akan menjadi doa bagi semua rakyat Purwakarta agar terus dikasihi oleh seluruh makhluk langit. (bersambung)
#inspirasikangdedi
"Kebijakan Purwakarta, Kebijakan Kearifan Lokal"
Pelajaran Ke Enam : Tali Paranti Karuhun
Pertama kali ketika menjadi wakil bupati, saya merasakan ada yang aneh pada Pendopo Kean Santang. Pendopo untuk rakyat mengadu kepada pemerintah, seharusnya tidak terlalu tertutup
dan seram. Kalau pendoponya tidak nyaman, mana mungkin rakyat merasa memiliki dan mendukung program pemerintah. Saat itu saya bercita-cita, “Bila saya jadi bupati kelak. saya akan mengubah pendopo ini menjadi lebih ramah dan mengundang
kehadiran rakyat!”. Maka saya pun mengubah pendopo ini menjadi lebih terbuka.
Pendopo ini dinamakan Pendopo Kean Santang, nama seorang tokoh Sunda — yang kemudian menjadi penyebar agama Islam— yang berani menjelajah ke segala arah untuk menemukan kebenaran. Kean Santang adalah sosok manusia yang terbuka dan perwira, ia mengakui kekutan orang lain dan siap untuk berubah sesuai dengan komitmen yang telah diberikannya. Saya pikir karakter seperti itulah yang seharusnya dipancarkan pendopo ini
kepada semua PNS juga kepada rakyat Purwakarta. Maka, secara perlahan saya mencoba menghadirkan sosok Kean Santang sebagai teladan kehidupan yang terus mencari kebenaran dengan cara terbuka dan menepati janji.
Sekarang ini, alhamdulillah raut wajah para pegawai di Pemkab Purwakarta yang tadinya kurang bergairah, kini mengalami perubahan menjadi tambah semangat. Pendopo menjadi terbuka dan disenangi warga masyarakat, saya pun dapat merenungkan kebijakan dengan nyaman, PNS juga terlihat bersemangat melakukan aktivitasnya.
Kemudian saya menetapkan gerakan bersepeda pada hari Jumat. Orang lain mungkin menganggap program ini remeh, hanya bersepeda. Namun, saya ingin memulai membangun dengan menghadirkan suasana, melalui suasana itu akan tumbuh rasa kebersamaan, rasa cinta, dan rasa betah. Target saya kadang-kadang naif, misalnya melalui bersepeda setidaknya akan mampu melahirkan kebahagiaan dengan bisa tertawa kendati dalam waktu sekejap. Itulah kearifan lokal, tidak langsung pada apa yang dituju, namun lebih memberi dukungan agar semua orang dapat mencapai cita-citanya.
Tidak hanya itu, demi mewujudkan lingkungan yang sehat, saya juga menggulirkan kebijakan berupa larangan parkir bagi kendaraan bermotor di depan kantor Setda/Bupati Purwakarta setiap hari Jumat. Sebelumnya saya juga telah mengeluarkan kebijakan yang tidak memperbolehkan kendaraan pegawai ataupun tamu masuk ke lingkungan kantor Setda/Bupati Purwakarta yang terletak di Jalan Gandanegara. Semua kendaraan, baik sepeda motor maupun mobil milik pegawai atau tamu, terpaksa parkir di jalan raya di depan kantor tersebut. Kebijakan ini merupakan salah satu upaya agar lingkungan di sekitar kantor pemkab terasa nyaman dan bersih.
Lalu saya mencanangkan slogan “Berseka” yang intinya memelihara kebersihan dan kelestarian alam. Saya mendorong penanaman pohon di area Situ Buleud, pelepasan bibit ikan di Situ Buleud, dan pelepasan burung di halaman.
Semuanya dilakukan atas dasar kearifan lokal yang menghargali alam, menyantuni alam, dan mengikuti pola kerja alam. Alam adalah rumah kita, bahkan dapat dikatakan sumber hidup kita. Tanpa alam, dapat dikatakan, tak akan ada kehidupan manusia. Sudah sekian lama kita hidup di tengah alam, namun
Iupa mengucapkan terima kasih pada alam. Melalui “Purwak arta Berseka”, saya ingin semua orang berbakti kepada alam sehingga alam pun memberikan kesuburan hasil panen kepada para petani.
Maka burung-burung pun dilepaskan pada salah satu Hari Ulang Tahun Purwakta. Pelepasan burung itu merupakan siloka bahwa mereka punya hak hidup berdampingan dengan manusia, sekaligus juga pesan dan doa. Burung yang dilepask an adalah pembawa pesan kepada segala satwa dan alam bahwa ada niat baik yang muncul pada masyarakat Purwakarta untuk kembali menjadi bagian dari alam. Pelepasan burung juga sebagai doa, seperti pelepasan burung setelah salat minta hujan kepada Allah agar kehidupan masyarakat Purwakarta mendapatkan cinta dan langit dan semua makhluk langit.
Selain itu, saya teninspirasi oleh hadis dalam Kitab Usf uriyah yang menceritakan keutamaan karakter Sayyidina
Umar. Ia membeli seekor burung dengan harga mahal dan Seorang anak kecil untuk dilepaskan. Kemudian konon setelah meninggal, Sayyidina Umar mendapatkan fasilitas alam barzakh yang luar biasa penuh kenikmatan. Fasilitas itu berasal dan pembebasan yang dilakukan Sayyidina Umar dan melepaskan burung yang tertindas. Lalu kisah itu ditutup dengan hadis, “Siapa yang mengasihi makhluk di bumi, maka semua makhluk langit akan mengisihinya”. Maka burung-burung yang dilepaskan itu akan menjadi doa bagi semua rakyat Purwakarta agar terus dikasihi oleh seluruh makhluk langit. (bersambung)
#inspirasikangdedi
"Kebijakan Purwakarta, Kebijakan Kearifan Lokal"
Dedi Mulyadi Sang Pengayom Kaum Lemah
Opini :
Satu hal yang nyata jika Kang Dedi Mulyadi itu,
Tukang tutulung kanu keur butuh, tukang tatalang kanu keur susah, tukang nganteur kanu keur sieun, tukang nyaangan kanu keur poekkeun.
#inspirasikangdedi
Satu hal yang nyata jika Kang Dedi Mulyadi itu,
Tukang tutulung kanu keur butuh, tukang tatalang kanu keur susah, tukang nganteur kanu keur sieun, tukang nyaangan kanu keur poekkeun.
#inspirasikangdedi
Opini :
Satu hal yang nyata jika Kang Dedi Mulyadi itu,
Tukang tutulung kanu keur butuh, tukang tatalang kanu keur susah, tukang nganteur kanu keur sieun, tukang nyaangan kanu keur poekkeun.
#inspirasikangdedi
Satu hal yang nyata jika Kang Dedi Mulyadi itu,
Tukang tutulung kanu keur butuh, tukang tatalang kanu keur susah, tukang nganteur kanu keur sieun, tukang nyaangan kanu keur poekkeun.
#inspirasikangdedi
Minggu, 24 Juli 2016
Buku Kang Dedi Mulyadi : MENGAYUH NEGERI DENGAN CINTA
Pelajaran Ke Enam : Tali Paranti Karuhun
"Memperbaharui Semangat SiIiwangi"
Hari.-hari ini Bangsa Indonesia tumbuh menjadi bangsa yang pandai mencaci tidak pandal memuji. Saya aneh ketika BBM naik, demonya luar biasa, tetapi ketika BBM turun tidak ada yang menyatakan mendukung penurunan BBM —apalagi mela- kukan doa pujian kepada pemerintah. Kenapa bangsa ini menjadi bangsa yang tidak pandai bersyukur? Kita kehilangan tradisi nenek moyang siliwangi, yaitu kehidupan bermasyarakat yang silih asah siIih asih ‘silih asuh, nulung kanu butuh nalang kanu susah. nganteur kanu sieun, nyaangan kanu poekeun.
Si!ih asah adalah pandangan hidup bahwa setiap manusia seperti pisau. Fungsi pisau adalah untuk memotong, bila daya memotongnya hilang, pisau tak bisa disebut pisau, ia hanya sebongkah besi. Agar pisau bisa tetap memiliki fungsinya, ia harus diasah pada batu asahan. Pasti terasa sakit, namun itulah yang harus ditempuhnya bila ingin tetap mempertahankan kepisauannya. Setiap masalah adalah batu asahan yang akan mempertajam fungsi kemandirian kita masing-masing. Karena itulah.. saya tak pernah menyerah untuk melakukan sejumlah program yang barangkali belum dipahami arahnya sehingga menghasilkan banyak demo. Nah. pada kehidupan masyarakat, batu asahan itu tidak hanya berasal dari masalah, tetapi juga dari orang lain, dan perbedaan pendapat, dan kesalahpahaman, atau dan proses kritik yang langsung dilakukan secara sengaja. Dengan demikian.. kritik bukan hal yang tabu dalam budaya Sunda —asalkan didasarkan pada niat tulus karena semakin diasah akan semakin kuatlah fungsi dari setiap kehidupan.
Silih asah juga merupakan pesan leluhur bahwa dalam kehidupan ini, setiap individu harus mau mengasah potensina masing-masing. Proses mengasah ini tidak bisa dilakukan sendirian, tetapi dalam ke-saling-an. Semua orang saling memunculkan potensi dari masing-masing yang Iainnya. Betapa indahnya petuah leluhur ini bila diterapkan secara sadar. bukan sekadar penghias mulut belaka.
Silih asih adalah proses saling mengasihi, menyebarkan cinta. Semua orang memiliki cinta dan ingin dicintai, melalui cinta kehidupan berkembang dan menghasilkan sesuatu yang baru. Kehidupan penuh cinta adalah kehidupan yang menghasilkan kemakmuran, sebaliknya kehidupan penuh kebencian adalah kehidupan yang mengarahkan diri pada kematian. Saya ingin membangun Purwakarta ini dengan cinta, dengan saling menyebarkan kecintaan. Dalam cinta, ada saling memperbaiki tanpa harus menggunakan bahasa verbal. Dalam cinta, ada kesaling mengertian tanpa bahasa, bila yang satu merindu, yang lain di seberang sana sedang menunggu. Bila yang satu bekerja satu hal, yang lainnya secara otomatis akan mengerjakan apa yang dibutuhkan bagi keberhasilan pekerjaan yang lainnya.
Semua pegawai negeri harus silih asih antar sesama karena hanya dengan cara ini terjadi proses saling mengisi dalam
melaksanakan program. Sebagai bupati, saya akan mengasihi warga masyarakat sehingga saya dapat memahami kebutuhan rakyat tanpa perlu protes; namun ini bisa terjadi bila rakyat pun mengasihi bupatinya. Tanpa
ada daya cinta dari rakyat, bupati akan kehabisan tenaga;
sebaliknya tanpa cinta dari bupatinya, rakyat pun akan
sengsara. Dalam kesalingasihan ini, bila bupati membangun jalan, rakyat akan memeliharanya seperti kekasih memelihara tanda cinta dan pasangannya.
Dalam kesalingasihan ini, ketika rakyat melakukan protes,
bupati dan pejabat lain akan menerimanya sebagai sebuah
teguran kekasih agar semakin baik dan berbudi.
Silih asuh adalah saling memelihara dan menumbuhkan.
Seperti petani yang menumbuhkan padi, ia membantu tumbuhnya padi sesuai karakter padi itu sekaligus juga setelah itu ia mendapatkan makanan (tanda cinta dari padi tersebut). Pada cara pandang ini, semua orang adalah ibu yang sanggup memberikan perhatian, pendidikan,pemeliharaan, dan mendorong pertumbuhan semua orang lainnya. Saya menginginkan petuah nenek moyang ini sebagai dasar pembangunan Purwakarta. Prinsip silih asuh akan menyelamatkan kita dari nestapa manusia modern yang gampang stres ketika menghadapi masalah. Melalui silih asuh, saya yakin beratnya kehidupan dan keinginan kita untuk “Digjaya Purwakarta” akan dapat dihadapi dengan mudah karena semua pihak akan saling memelihara.
Ketiga silih dalam fliosofi silihwangi merupakan pesan bahwa nenek moyang Sunda menginginkan kesetaraan semua pihak. Semuanya memiliki hak dan kewajiban yang sama, yaitu mendapatkan asahan agar potensinya berkembang, mendapatkan kasih sayang agar rasanya semakin tumbuh, dan mendapatkan pengasuhan agar siap menghadapi setiap permasalahan dalam kebersamaan. Inilah, sekali lagi, yang akan menjadi Purwakarta Digjaya.
Nulung kanu butuh nalang kanu susah; Nganteur kanu sieun, nyaangan kanu poekeun adalah filosofi hidup bersama dalam kesatuan yang saling bermanfaat. Istilah sains biologi dan kearifan ini adalah autopoesis, yaitu kemampuan alam semesta untuk saling mengisi. Kearifan alam mengajarkan bahwa bila satu sama lain saling terkait, saling mengisi, tak akan ada sampah. Lihat saja alam, tak ada sampah yang terbuang; sampah dari satu makhluk hidup adalah makanan bagi makhluk hidup yang lain. Misalnya. oksigen adalah sampah proses fotosintesis dari tumbuh-tumbuhan ternyata berguna bagi manusia (bayangkan bila hidup ini tanpa oksigen!); sebaliknya karbondioksida adalah sampah dari kegiatan pernafasan manusia, ini pun ditunggu tumbuhan sebagai bahan bakar kehidupannya.
Kearifan lokal mendorong kita untuk hidup dalam keajaiban saling hubung, silih asah, silih asuh, dan silih asih. Rupanya, kearifan lokal menginginkan tatanan kehidupan tanpa sampah, kearifan lokal meyakini bahwa hidup ini mulia karena itu tak ada sisa yang harus dibuang sia-sia. Dalam kearifan lokal, silih asah, silih asih, dan silih asuh ini akan terbangun masyarakat yang tidak pernah merugi karena tidak ada benda terbuang sedikitpun semuanya dimanfaatkan ulang; juga tidak ada yang tidak berguna, semua orang akan bekerja karena ia memiliki manfaat yang dimanfaatkan.
Kehidupan modern tidaklah seperti itu. Peradaban modern adalah peradaban yang pandai menciptakan sampah, dan sampah plastik sampai sampah masyarakat. Plastik menjadi sampah yang tidak bisa diurai, serta merusak tanah dan air; itulah yang ditawarkan peradaban modern. Sampah masyarakat hasil pendidikan modern pun sama persis seperti itu, susah untuk disadarkan agar menyatu dalam silih asah, silih asih, silih asuh. Peradaban modern dengan demikian tidak hanya merusak alam, juga merusak manusia dan kemanusiaan.
Untuk bisa menyelamatkan kehidupan ini, pilihan kita hanya satu, yaitu menjadikan kearifan lokal sebagai cara pandang kita dalam menata kehidupan, tetapi piranti dan teknologinya tetap modern, agamanya tetap Islam. Dengan demikian, kekurangan dari keraifan lokal dapat ditambal oleh Islam dan teknologi modern. (bersambung)
#inspirasikangdedi
Pelajaran Ke Enam : Tali Paranti Karuhun
"Memperbaharui Semangat SiIiwangi"
Hari.-hari ini Bangsa Indonesia tumbuh menjadi bangsa yang pandai mencaci tidak pandal memuji. Saya aneh ketika BBM naik, demonya luar biasa, tetapi ketika BBM turun tidak ada yang menyatakan mendukung penurunan BBM —apalagi mela- kukan doa pujian kepada pemerintah. Kenapa bangsa ini menjadi bangsa yang tidak pandai bersyukur? Kita kehilangan tradisi nenek moyang siliwangi, yaitu kehidupan bermasyarakat yang silih asah siIih asih ‘silih asuh, nulung kanu butuh nalang kanu susah. nganteur kanu sieun, nyaangan kanu poekeun.
Si!ih asah adalah pandangan hidup bahwa setiap manusia seperti pisau. Fungsi pisau adalah untuk memotong, bila daya memotongnya hilang, pisau tak bisa disebut pisau, ia hanya sebongkah besi. Agar pisau bisa tetap memiliki fungsinya, ia harus diasah pada batu asahan. Pasti terasa sakit, namun itulah yang harus ditempuhnya bila ingin tetap mempertahankan kepisauannya. Setiap masalah adalah batu asahan yang akan mempertajam fungsi kemandirian kita masing-masing. Karena itulah.. saya tak pernah menyerah untuk melakukan sejumlah program yang barangkali belum dipahami arahnya sehingga menghasilkan banyak demo. Nah. pada kehidupan masyarakat, batu asahan itu tidak hanya berasal dari masalah, tetapi juga dari orang lain, dan perbedaan pendapat, dan kesalahpahaman, atau dan proses kritik yang langsung dilakukan secara sengaja. Dengan demikian.. kritik bukan hal yang tabu dalam budaya Sunda —asalkan didasarkan pada niat tulus karena semakin diasah akan semakin kuatlah fungsi dari setiap kehidupan.
Silih asah juga merupakan pesan leluhur bahwa dalam kehidupan ini, setiap individu harus mau mengasah potensina masing-masing. Proses mengasah ini tidak bisa dilakukan sendirian, tetapi dalam ke-saling-an. Semua orang saling memunculkan potensi dari masing-masing yang Iainnya. Betapa indahnya petuah leluhur ini bila diterapkan secara sadar. bukan sekadar penghias mulut belaka.
Silih asih adalah proses saling mengasihi, menyebarkan cinta. Semua orang memiliki cinta dan ingin dicintai, melalui cinta kehidupan berkembang dan menghasilkan sesuatu yang baru. Kehidupan penuh cinta adalah kehidupan yang menghasilkan kemakmuran, sebaliknya kehidupan penuh kebencian adalah kehidupan yang mengarahkan diri pada kematian. Saya ingin membangun Purwakarta ini dengan cinta, dengan saling menyebarkan kecintaan. Dalam cinta, ada saling memperbaiki tanpa harus menggunakan bahasa verbal. Dalam cinta, ada kesaling mengertian tanpa bahasa, bila yang satu merindu, yang lain di seberang sana sedang menunggu. Bila yang satu bekerja satu hal, yang lainnya secara otomatis akan mengerjakan apa yang dibutuhkan bagi keberhasilan pekerjaan yang lainnya.
Semua pegawai negeri harus silih asih antar sesama karena hanya dengan cara ini terjadi proses saling mengisi dalam
melaksanakan program. Sebagai bupati, saya akan mengasihi warga masyarakat sehingga saya dapat memahami kebutuhan rakyat tanpa perlu protes; namun ini bisa terjadi bila rakyat pun mengasihi bupatinya. Tanpa
ada daya cinta dari rakyat, bupati akan kehabisan tenaga;
sebaliknya tanpa cinta dari bupatinya, rakyat pun akan
sengsara. Dalam kesalingasihan ini, bila bupati membangun jalan, rakyat akan memeliharanya seperti kekasih memelihara tanda cinta dan pasangannya.
Dalam kesalingasihan ini, ketika rakyat melakukan protes,
bupati dan pejabat lain akan menerimanya sebagai sebuah
teguran kekasih agar semakin baik dan berbudi.
Silih asuh adalah saling memelihara dan menumbuhkan.
Seperti petani yang menumbuhkan padi, ia membantu tumbuhnya padi sesuai karakter padi itu sekaligus juga setelah itu ia mendapatkan makanan (tanda cinta dari padi tersebut). Pada cara pandang ini, semua orang adalah ibu yang sanggup memberikan perhatian, pendidikan,pemeliharaan, dan mendorong pertumbuhan semua orang lainnya. Saya menginginkan petuah nenek moyang ini sebagai dasar pembangunan Purwakarta. Prinsip silih asuh akan menyelamatkan kita dari nestapa manusia modern yang gampang stres ketika menghadapi masalah. Melalui silih asuh, saya yakin beratnya kehidupan dan keinginan kita untuk “Digjaya Purwakarta” akan dapat dihadapi dengan mudah karena semua pihak akan saling memelihara.
Ketiga silih dalam fliosofi silihwangi merupakan pesan bahwa nenek moyang Sunda menginginkan kesetaraan semua pihak. Semuanya memiliki hak dan kewajiban yang sama, yaitu mendapatkan asahan agar potensinya berkembang, mendapatkan kasih sayang agar rasanya semakin tumbuh, dan mendapatkan pengasuhan agar siap menghadapi setiap permasalahan dalam kebersamaan. Inilah, sekali lagi, yang akan menjadi Purwakarta Digjaya.
Nulung kanu butuh nalang kanu susah; Nganteur kanu sieun, nyaangan kanu poekeun adalah filosofi hidup bersama dalam kesatuan yang saling bermanfaat. Istilah sains biologi dan kearifan ini adalah autopoesis, yaitu kemampuan alam semesta untuk saling mengisi. Kearifan alam mengajarkan bahwa bila satu sama lain saling terkait, saling mengisi, tak akan ada sampah. Lihat saja alam, tak ada sampah yang terbuang; sampah dari satu makhluk hidup adalah makanan bagi makhluk hidup yang lain. Misalnya. oksigen adalah sampah proses fotosintesis dari tumbuh-tumbuhan ternyata berguna bagi manusia (bayangkan bila hidup ini tanpa oksigen!); sebaliknya karbondioksida adalah sampah dari kegiatan pernafasan manusia, ini pun ditunggu tumbuhan sebagai bahan bakar kehidupannya.
Kearifan lokal mendorong kita untuk hidup dalam keajaiban saling hubung, silih asah, silih asuh, dan silih asih. Rupanya, kearifan lokal menginginkan tatanan kehidupan tanpa sampah, kearifan lokal meyakini bahwa hidup ini mulia karena itu tak ada sisa yang harus dibuang sia-sia. Dalam kearifan lokal, silih asah, silih asih, dan silih asuh ini akan terbangun masyarakat yang tidak pernah merugi karena tidak ada benda terbuang sedikitpun semuanya dimanfaatkan ulang; juga tidak ada yang tidak berguna, semua orang akan bekerja karena ia memiliki manfaat yang dimanfaatkan.
Kehidupan modern tidaklah seperti itu. Peradaban modern adalah peradaban yang pandai menciptakan sampah, dan sampah plastik sampai sampah masyarakat. Plastik menjadi sampah yang tidak bisa diurai, serta merusak tanah dan air; itulah yang ditawarkan peradaban modern. Sampah masyarakat hasil pendidikan modern pun sama persis seperti itu, susah untuk disadarkan agar menyatu dalam silih asah, silih asih, silih asuh. Peradaban modern dengan demikian tidak hanya merusak alam, juga merusak manusia dan kemanusiaan.
Untuk bisa menyelamatkan kehidupan ini, pilihan kita hanya satu, yaitu menjadikan kearifan lokal sebagai cara pandang kita dalam menata kehidupan, tetapi piranti dan teknologinya tetap modern, agamanya tetap Islam. Dengan demikian, kekurangan dari keraifan lokal dapat ditambal oleh Islam dan teknologi modern. (bersambung)
#inspirasikangdedi
Sabtu, 23 Juli 2016
Nama Lengkap : H. Dedi Mulyadi, SH.
Profesi : Politisi
Agama : Islam
Tempat Lahir : Sukasari, Subang, Provinsi Jawa Barat
Tanggal Lahir : Minggu, 11 April 1971
Zodiac : Aries
Warga Negara : Indonesia
Ayah : Sahlin Ahmad Suryana
Ibu : Karsiti
Istri : Hj Anne Ratna Mustika
Anak :
1. Maulana Akbar Ahmad Habibie
2. Yudistira Manunggaling Rahmaning Hurip.
H Dedi Mulyadi, SH merupakan salah satu politisi muda yang saat ini menjabat sebagai Bupati Purwakarta sejak tahun 2008 hingga tahun 2013. Dedi Mulyadi resmi menjabat sebagai Bupati setelah dilantik pada tanggal 13 Maret 2008. Sebelumnya menjadi Bupati, Dedi Mulyadi terlebih dulu menjabat sebagai Wakil Bupati Purwakarta (2003-2008).
Dedi Mulyadi lahir di Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 11 April 1971. Dia merupakan putra bungsu dari sembilan bersaudara. Ayahnya, Sahlin Ahmad Suryana merupakan pensiunan Tentara Prajurit Kader sejak usia 28 tahun akibat sakit yang diderita sebagai dampak racun mata-mata kolonial. sementara ibunya, Karsiti yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah adalah aktivis Palang Merah Indonesia. Sejak kecil, Dedi sudah terbiasa hidup dengan penuh perjuangan dan bekerja keras. Dia sering membantu ibunya mengembala domba dan berladang.
Dedi menempuh sekolah dasar di SD Subakti Subang hingga tahun 1984. Setelah itu dia melanjutkan ke SMP Kalijati, Subang yang dia selesaikan pada tahun 1987 lalu dia lanjutkan ke SMA Negeri Purwadadi, Subang dan lulus pada tahun 1990. Setelah tamat SMA, Dedi memutuskan hijrah ke Purwakarta untuk melanjutkan studinya ke bangku kuliah di Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman jurusan hukum yang dia selesaikan pada tahun 1999.
Semenjak masih berstatus sebagai mahasiswa, Dedi memang dikenal giat dalam berbagai organisasi. Walupun masih muda, sebagai aktivis Dedi sudah diperhitungkan berbagai kalangan, baik mahasiswa maupun birokrat dan politikus. Bahkan pada tahun 1993, Dedi sudah dipercaya untuk menjadi penulis pidato ketua partai Golkar Purwakarta, almarhum Babisni. Tahun 1994, dia dipercaya untuk menjabat sebagai Ketua Umum HMI Cabang Purwakarta. Dedi juga pernah diminta untuk menjabat posisi Wakil Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) pada tahun 1997. Setahun kemudian, dia ditunjuk untuk menjadi Sekretaris Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Textil, Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP SPTSK KSPSI).
Karir politik Dedi makin mengorbit pada era reformasi. Tahun 1999 dia terpilih duduk di kursi DPRD Purwakarta dari Partai Golkar dan daerah pemilihan Kecamatan Tegalwaru. Selama lima tahun, ia selalu terpilih menjadi Ketua Komisi E. Dia pun menjabat Wakil Sekretaris Partai Golkar, kemudian menjadi Sekretaris. Sampai akhirnya didaulat secara aklmasi menjadi Ketua DPD II Partai Golkar Kab. Purwakarta , tahun 2004.
Pada Tahun 2016 menjadi Ketua DPD I Golkar Jawa Barat Priode 2016-2021. Menggantikan Pak Yance
Pada tanggal 2003, Dedi dilantik sebagai Wakil Bupati Purwakarta Drs. Lily Hambali Hasan, M.Si. Dengan terpilihnya Dedi sebagai Wakil Bupati pada usia 32 tahun, ini menjadi prestasi tersendiri karena dia tercatat merupakan politikus termuda yang menjabat sebagai wakil bupati. Pada Tahun 2008, melalui mekanisme Pilkada langsung, Dedi mendapat kepercayaan dari rakyat Purwakarta untuk menjadi Bupati Purwakarta periode 2008-2013, Kemudian terpilih kembali untuk priode 2014-2019.
#inspirasikangdedi
Profesi : Politisi
Agama : Islam
Tempat Lahir : Sukasari, Subang, Provinsi Jawa Barat
Tanggal Lahir : Minggu, 11 April 1971
Zodiac : Aries
Warga Negara : Indonesia
Ayah : Sahlin Ahmad Suryana
Ibu : Karsiti
Istri : Hj Anne Ratna Mustika
Anak :
1. Maulana Akbar Ahmad Habibie
2. Yudistira Manunggaling Rahmaning Hurip.
H Dedi Mulyadi, SH merupakan salah satu politisi muda yang saat ini menjabat sebagai Bupati Purwakarta sejak tahun 2008 hingga tahun 2013. Dedi Mulyadi resmi menjabat sebagai Bupati setelah dilantik pada tanggal 13 Maret 2008. Sebelumnya menjadi Bupati, Dedi Mulyadi terlebih dulu menjabat sebagai Wakil Bupati Purwakarta (2003-2008).
Dedi Mulyadi lahir di Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 11 April 1971. Dia merupakan putra bungsu dari sembilan bersaudara. Ayahnya, Sahlin Ahmad Suryana merupakan pensiunan Tentara Prajurit Kader sejak usia 28 tahun akibat sakit yang diderita sebagai dampak racun mata-mata kolonial. sementara ibunya, Karsiti yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah adalah aktivis Palang Merah Indonesia. Sejak kecil, Dedi sudah terbiasa hidup dengan penuh perjuangan dan bekerja keras. Dia sering membantu ibunya mengembala domba dan berladang.
Dedi menempuh sekolah dasar di SD Subakti Subang hingga tahun 1984. Setelah itu dia melanjutkan ke SMP Kalijati, Subang yang dia selesaikan pada tahun 1987 lalu dia lanjutkan ke SMA Negeri Purwadadi, Subang dan lulus pada tahun 1990. Setelah tamat SMA, Dedi memutuskan hijrah ke Purwakarta untuk melanjutkan studinya ke bangku kuliah di Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman jurusan hukum yang dia selesaikan pada tahun 1999.
Semenjak masih berstatus sebagai mahasiswa, Dedi memang dikenal giat dalam berbagai organisasi. Walupun masih muda, sebagai aktivis Dedi sudah diperhitungkan berbagai kalangan, baik mahasiswa maupun birokrat dan politikus. Bahkan pada tahun 1993, Dedi sudah dipercaya untuk menjadi penulis pidato ketua partai Golkar Purwakarta, almarhum Babisni. Tahun 1994, dia dipercaya untuk menjabat sebagai Ketua Umum HMI Cabang Purwakarta. Dedi juga pernah diminta untuk menjabat posisi Wakil Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) pada tahun 1997. Setahun kemudian, dia ditunjuk untuk menjadi Sekretaris Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Textil, Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP SPTSK KSPSI).
Karir politik Dedi makin mengorbit pada era reformasi. Tahun 1999 dia terpilih duduk di kursi DPRD Purwakarta dari Partai Golkar dan daerah pemilihan Kecamatan Tegalwaru. Selama lima tahun, ia selalu terpilih menjadi Ketua Komisi E. Dia pun menjabat Wakil Sekretaris Partai Golkar, kemudian menjadi Sekretaris. Sampai akhirnya didaulat secara aklmasi menjadi Ketua DPD II Partai Golkar Kab. Purwakarta , tahun 2004.
Pada Tahun 2016 menjadi Ketua DPD I Golkar Jawa Barat Priode 2016-2021. Menggantikan Pak Yance
Pada tanggal 2003, Dedi dilantik sebagai Wakil Bupati Purwakarta Drs. Lily Hambali Hasan, M.Si. Dengan terpilihnya Dedi sebagai Wakil Bupati pada usia 32 tahun, ini menjadi prestasi tersendiri karena dia tercatat merupakan politikus termuda yang menjabat sebagai wakil bupati. Pada Tahun 2008, melalui mekanisme Pilkada langsung, Dedi mendapat kepercayaan dari rakyat Purwakarta untuk menjadi Bupati Purwakarta periode 2008-2013, Kemudian terpilih kembali untuk priode 2014-2019.
#inspirasikangdedi
Jumat, 22 Juli 2016
"SELAMAT UNTUK KANG DEDI MULYADI ATAS PENGHARGAAN PEMIMPIN TELADAN DEMOKRASI DARI THE SOEKARNO CENTER"
Bupati Dedi Raih Penghargaan Pemimpin Teladan Demokrasi dari The Sukarno Center
Gianyar - Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, mendapat penghargaan dari The Sukarno Center sebagai Pemimpin Teladan Demokrasi di Istana Mancawarna Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali.
Presiden The Sukarno Center, Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III, mengatakan setelah melihat dan mengamati para kepala daerah terpilihlah Dedi sebagai sosok yang pantas mendapat penghargaan tersebut.
"Kita lihat Kang Dedi ini adalah sosok pembeda yang berani memperjuangkan budaya, hingga lahir kontroversi. Beliau struggle mempertahankan budaya leluhur," jelas Arya dalam sambutannya, Jumat (22/7/2016).
Penghargaan itu, lanjut Arya, juga bagian dari dukungan masyarakat Bali agar Dedi tetap bisa berjuang demi mempertahankan budaya di tengah arus modern yang semakin kencang. "Tujuan kita mendorong agar Kang Dedi tetap kuat, semangat, tidak mundur selangkah pun dalam mempertahankan budaya leluhur Pasundan," ucap pria yang juga anggota DPD RI itu.
Di tempat yang sama Pembina The Sukarno Center, Diah Sukmawati Sukarno Putri menilai, Dedi adalah sosok yang menghayati dan mengamalkan kehidupan sehari-harinya sebagai seorang kader yang pancasilais, cinta tanah air, dan juga menghargai keberadaan leluhur.
Dia berharap ke depan banyak pemimpin seperti Dedi muncul dengan semangat yang sama. "Semoga banyak pemimpin pemikiran dan wawasan seperti Kang Dedi yang berkualitas," katanya.
#inspirasikangdedi
Bupati Dedi Raih Penghargaan Pemimpin Teladan Demokrasi dari The Sukarno Center
Gianyar - Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, mendapat penghargaan dari The Sukarno Center sebagai Pemimpin Teladan Demokrasi di Istana Mancawarna Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali.
Presiden The Sukarno Center, Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III, mengatakan setelah melihat dan mengamati para kepala daerah terpilihlah Dedi sebagai sosok yang pantas mendapat penghargaan tersebut.
"Kita lihat Kang Dedi ini adalah sosok pembeda yang berani memperjuangkan budaya, hingga lahir kontroversi. Beliau struggle mempertahankan budaya leluhur," jelas Arya dalam sambutannya, Jumat (22/7/2016).
Penghargaan itu, lanjut Arya, juga bagian dari dukungan masyarakat Bali agar Dedi tetap bisa berjuang demi mempertahankan budaya di tengah arus modern yang semakin kencang. "Tujuan kita mendorong agar Kang Dedi tetap kuat, semangat, tidak mundur selangkah pun dalam mempertahankan budaya leluhur Pasundan," ucap pria yang juga anggota DPD RI itu.
Di tempat yang sama Pembina The Sukarno Center, Diah Sukmawati Sukarno Putri menilai, Dedi adalah sosok yang menghayati dan mengamalkan kehidupan sehari-harinya sebagai seorang kader yang pancasilais, cinta tanah air, dan juga menghargai keberadaan leluhur.
Dia berharap ke depan banyak pemimpin seperti Dedi muncul dengan semangat yang sama. "Semoga banyak pemimpin pemikiran dan wawasan seperti Kang Dedi yang berkualitas," katanya.
#inspirasikangdedi
Kamis, 21 Juli 2016
Buku Kang Dedi Mulyadi : MENGAYUH NEGERI DENGAN CINTA
Pelajaran Ke Enam : Tali Paranti Karuhun
Dalam menetapkan kebijakan pembangunan, saya selalu menggunakan istilah tali paranti karuhun (adat istiadat nenek moyang). Tetapi perlu saya garis bawahi bahwa adat istiadat itu bukan berarti berdampingan dengan yang namanya mistik (hal-hal yang takhayul, bid’ah atau khurafat). Adat istiadat berurusan dengan cara kita memandang dunia, memandang diri, dan masa depan.
Tali paranti karuhun pilemburan mempunyai ciri guyub
konsep kegotong royongan). Tradisinya nulung kanu butuh, nalang kanu susah, nyaangan kanu poekeun. Artinya, memberi pertolongan kepada yang membutuhkan, membantu kepada yang susah, memberi pencerahan/penerangan kepada orang yang tidak tahu. Silih asah, asih, asuh yang akhirnya silih anteuran jeun silih anteurkeun. Artinya, saling tukar pengetahuan, saling menyayangi, dan saling menjaga yang akhirnya saling memberi dan saling mengantar dalam hal kebaikan dan tolong menolong.
Seperti kegiatan yang sedang dilakukan saat ini di Pondok pesantren Daarul Hikhmah. Ada yang membawa beberapa jenis
makanan karena untuk menunjang kegiatan (nganteuran), kemudian oleh pimpinan Pondok Pesantren (Mama Kiai) diberikan untuk memenuhi seluruh kebutuhan para santri. Hajat masyarakat dan hajat para orang tua santri dilaksanakan sesuai dengan tujuan masing-masing yang pada intinya adalah untuk mendapat keridoan dari Allah swt. (nganteurkeun).
Seluruh kebudayaan dan tradisi pilemburan yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Jawa khususnya budaya pilemburan Sunda diluruskan oleh para waliyullah sehingga menjadi tradisi atau kebiasaan yang sangat Islami. Seiring dengan bergulirnya waktu, tradisi Islami itu semakin dinamis dan sempurna. Maka terwujudlah menjadi tradisi Islam ahlussunah waljamaah.
Tradisi pilemburan (tali paranti) selanjutnya adalah mengolah dan memberdayakan alam dan lingkungannya sehingga lebih populer dalam bahasa Sundanya disebut tatanen (pertanian). Tatanen tali paranti lebih mengutamakan pola organik daripada pola mekanik. Maksudnya, kalau dilihat dan kacamata Islam, tatanen (pertanian) seperti ini adalah mengikuti sunnatullah, memperhatikan waktu, dan memanfaatkan potensi alam.
Mengikuti sunatullah, alam tidak boleh dikesampingkan. Di sawah itu mutlak harus ada cacing koot, ular sawah, ikan, belut, beserta komunitas sawah lainnya. Demikian juga ketika jerami usai dituai padinya tidak usah dibakar, akan tetapi lebih baik jerami itu dibenamkan dalam lumpur sawah agar membusuk. Tujuannya agar komunitas ikan belut dalam lumpur menjadi banyak. Dengan semakin banyaknya ikan belut di sawah, berarti pertanda tanah sawah itu subur. Inilah tali paranti karuhun yang
harus dilestarikan. -
Semua yang telah diciptakan Allah pastilah ada manfaatnya dan untuk dimanfaatkan bukan dimusnahkan. Karena itu pesan leluhur Sunda bahwa “yang panjang jangan dipotong, yang pendek jangan disambung” harus sebisa mungkin dilaksanakan agar kehidupan berjalan lestari tanpa perusakan alam. Bila alam rusak, tidak ada lagi tempat bagi keturunan kita di masa depan. Planet Mars yang bagi orang Barat dijadikan tempat bagi
kehidupan masa depan sampai sekarang belum dapat ditunduk
an. Satu-satunya tempat tinggal kita adalah bumi ini,maka lestarikan alam.
Memperhatikan Waktu. Jika suara bedug tengah hari di tabuh, pertanda bahwa petani harus berhenti/istirahat dalam
bekerja, para petani pilemburan mempunyai kebiasaan
pada waktu istirahat ini mandi dan salat zuhur kemudian usai salat dilanjutkan dengan makan siang. Betapa tidak dengan
memperhatikan waktu, ini banyak yang diperoleh selain
mendapat pahala beribadah, juga kesehatan dan pola makan yang teratur.
Memanfaatkan Potensi Alamiah. Kotoran sapi/kerbau yang timbun akan menjadi pupuk yang sangat baik (pupuk organik).
Tenaganya sapi/kerbau digunakan untuk membajak sawah sambil diselingi haleuangan Sunda oleh si petani sebagai kemudinya. Bukan menggunakan traktor yang membuat getaran dalam tubuh juga polusi karena bahan bakarnya (mekanik).
Sehingga pola kehidupan dan hidup masyarakat benar-benar sangat alamiah dan sehat. Dengan pola yang hidup sederhana dan alamiah, disamping hemat biaya, yang lebih utama akan terhindar dari segala penyakit tubuh sebagai akibat bahan-bahan anorganik, pestisida dan bahan-bahan kimia. Seiring dengan memperdayakan potensi-potensi alamiah berwawasan pilemburan yang dibarengi dengan percepatan pembangunan dalam bidang infrastruktur jalan dan bangunan serta pendidikan akan membentuk dan menjadikan Kabupaten Purwakarta sesuai degan harapan kita semua. (bersambung)
#inspirasikangdedi
Pelajaran Ke Enam : Tali Paranti Karuhun
Dalam menetapkan kebijakan pembangunan, saya selalu menggunakan istilah tali paranti karuhun (adat istiadat nenek moyang). Tetapi perlu saya garis bawahi bahwa adat istiadat itu bukan berarti berdampingan dengan yang namanya mistik (hal-hal yang takhayul, bid’ah atau khurafat). Adat istiadat berurusan dengan cara kita memandang dunia, memandang diri, dan masa depan.
Tali paranti karuhun pilemburan mempunyai ciri guyub
konsep kegotong royongan). Tradisinya nulung kanu butuh, nalang kanu susah, nyaangan kanu poekeun. Artinya, memberi pertolongan kepada yang membutuhkan, membantu kepada yang susah, memberi pencerahan/penerangan kepada orang yang tidak tahu. Silih asah, asih, asuh yang akhirnya silih anteuran jeun silih anteurkeun. Artinya, saling tukar pengetahuan, saling menyayangi, dan saling menjaga yang akhirnya saling memberi dan saling mengantar dalam hal kebaikan dan tolong menolong.
Seperti kegiatan yang sedang dilakukan saat ini di Pondok pesantren Daarul Hikhmah. Ada yang membawa beberapa jenis
makanan karena untuk menunjang kegiatan (nganteuran), kemudian oleh pimpinan Pondok Pesantren (Mama Kiai) diberikan untuk memenuhi seluruh kebutuhan para santri. Hajat masyarakat dan hajat para orang tua santri dilaksanakan sesuai dengan tujuan masing-masing yang pada intinya adalah untuk mendapat keridoan dari Allah swt. (nganteurkeun).
Seluruh kebudayaan dan tradisi pilemburan yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Jawa khususnya budaya pilemburan Sunda diluruskan oleh para waliyullah sehingga menjadi tradisi atau kebiasaan yang sangat Islami. Seiring dengan bergulirnya waktu, tradisi Islami itu semakin dinamis dan sempurna. Maka terwujudlah menjadi tradisi Islam ahlussunah waljamaah.
Tradisi pilemburan (tali paranti) selanjutnya adalah mengolah dan memberdayakan alam dan lingkungannya sehingga lebih populer dalam bahasa Sundanya disebut tatanen (pertanian). Tatanen tali paranti lebih mengutamakan pola organik daripada pola mekanik. Maksudnya, kalau dilihat dan kacamata Islam, tatanen (pertanian) seperti ini adalah mengikuti sunnatullah, memperhatikan waktu, dan memanfaatkan potensi alam.
Mengikuti sunatullah, alam tidak boleh dikesampingkan. Di sawah itu mutlak harus ada cacing koot, ular sawah, ikan, belut, beserta komunitas sawah lainnya. Demikian juga ketika jerami usai dituai padinya tidak usah dibakar, akan tetapi lebih baik jerami itu dibenamkan dalam lumpur sawah agar membusuk. Tujuannya agar komunitas ikan belut dalam lumpur menjadi banyak. Dengan semakin banyaknya ikan belut di sawah, berarti pertanda tanah sawah itu subur. Inilah tali paranti karuhun yang
harus dilestarikan. -
Semua yang telah diciptakan Allah pastilah ada manfaatnya dan untuk dimanfaatkan bukan dimusnahkan. Karena itu pesan leluhur Sunda bahwa “yang panjang jangan dipotong, yang pendek jangan disambung” harus sebisa mungkin dilaksanakan agar kehidupan berjalan lestari tanpa perusakan alam. Bila alam rusak, tidak ada lagi tempat bagi keturunan kita di masa depan. Planet Mars yang bagi orang Barat dijadikan tempat bagi
kehidupan masa depan sampai sekarang belum dapat ditunduk
an. Satu-satunya tempat tinggal kita adalah bumi ini,maka lestarikan alam.
Memperhatikan Waktu. Jika suara bedug tengah hari di tabuh, pertanda bahwa petani harus berhenti/istirahat dalam
bekerja, para petani pilemburan mempunyai kebiasaan
pada waktu istirahat ini mandi dan salat zuhur kemudian usai salat dilanjutkan dengan makan siang. Betapa tidak dengan
memperhatikan waktu, ini banyak yang diperoleh selain
mendapat pahala beribadah, juga kesehatan dan pola makan yang teratur.
Memanfaatkan Potensi Alamiah. Kotoran sapi/kerbau yang timbun akan menjadi pupuk yang sangat baik (pupuk organik).
Tenaganya sapi/kerbau digunakan untuk membajak sawah sambil diselingi haleuangan Sunda oleh si petani sebagai kemudinya. Bukan menggunakan traktor yang membuat getaran dalam tubuh juga polusi karena bahan bakarnya (mekanik).
Sehingga pola kehidupan dan hidup masyarakat benar-benar sangat alamiah dan sehat. Dengan pola yang hidup sederhana dan alamiah, disamping hemat biaya, yang lebih utama akan terhindar dari segala penyakit tubuh sebagai akibat bahan-bahan anorganik, pestisida dan bahan-bahan kimia. Seiring dengan memperdayakan potensi-potensi alamiah berwawasan pilemburan yang dibarengi dengan percepatan pembangunan dalam bidang infrastruktur jalan dan bangunan serta pendidikan akan membentuk dan menjadikan Kabupaten Purwakarta sesuai degan harapan kita semua. (bersambung)
#inspirasikangdedi
Selasa, 05 Juli 2016
Minggu, 03 Juli 2016
(SANG ORATOR DEDI MULYADI) Meriah Pelantikan Pengurus DPD I Golkar Jabar...
Ku persembahkan kepada seluruh kader dan simpatisan Partai Golkar di Jawa Barat,
Semoga Golkar Jawa Barat di bawah kepemimpinan
H.Dedi Mulyadi,SH. (Dangiang Ki Sunda)
Sukses menjadi pemenang di Pileg maupun Pilkada Amin YRA.
#inspirasikangdedi
Jumat, 01 Juli 2016
PAKAIAN KEBESARAN BUPATI PURWAKARTA H.DEDI MULYADI,SH.
Bagi Kang Dedi Mulyadi dalam rutinnitasnya menjalankan tugasnya sebagai Bupati Purwakarta maupun sebagai Ketua DPD 1 Golkar Jawa Barat, lebih memilih berpakaian adat sunda (Baju dan celana Pangsi Komprang).
Kebiasaan ini sangat bertolak belakang dengan para pejabat pejabat lainnya pada umumnya yang selalu berjas atau bersafari. bagi pejabat pejabat lainnya, pakaian sederhana mereka itu batik.
Tapi bagi Kang Dedi pakaian Hitam hitam atau Putih putih dengan ikat kepala merupakan pakaian kebesaran, Hanya pada momen momen resmi kenegaraan seperti 17 Agustusan atau upacara resmi lembaga kenegaraan, Kang Dedi berpakaian seperti layaknya pejabat pejabat lain, ber jas atau bersafari dan mengenakan peci.
Bagi Kang Dedi Mulyadi dalam rutinnitasnya menjalankan tugasnya sebagai Bupati Purwakarta maupun sebagai Ketua DPD 1 Golkar Jawa Barat, lebih memilih berpakaian adat sunda (Baju dan celana Pangsi Komprang).
Kebiasaan ini sangat bertolak belakang dengan para pejabat pejabat lainnya pada umumnya yang selalu berjas atau bersafari. bagi pejabat pejabat lainnya, pakaian sederhana mereka itu batik.
Tapi bagi Kang Dedi pakaian Hitam hitam atau Putih putih dengan ikat kepala merupakan pakaian kebesaran, Hanya pada momen momen resmi kenegaraan seperti 17 Agustusan atau upacara resmi lembaga kenegaraan, Kang Dedi berpakaian seperti layaknya pejabat pejabat lain, ber jas atau bersafari dan mengenakan peci.
Berpakaian pangsi
Hitam atau putih bagi Kang Dedi Mulyadi merupakan simbol penghormatan
kepada para leluhur,nenek moyang orang Sunda dan penghormatan kepada
seni maupun budaya orang Sunda, Bagi Kang Dedi pantang beretorika yang
mengedepankan simbol simbol semata.
Jadi meski mendapat tekanan sampai ancaman tetap saja memegang teguh prinsipnya.
Warna pakaian hitam atau putih itu bagi orang Sunda memiliki nilai filosofi. Kang Dedi memiliki prinsip seperti di tulis dalam buku bukunya bahwa jadi pejabat itu tidak dinilai dari pakaian dan protokolernya, tapi dari pengabdian dan prestasi.
Itulah seorang Dedi Mulyadi seorang Bupati dan Budayawan.Yang menjadikan Kearifan Budaya Sunda sebagai salah satu dasar atau pemikiran untuk membangun negeri ini.
#inspirasikangdedi
Jadi meski mendapat tekanan sampai ancaman tetap saja memegang teguh prinsipnya.
Warna pakaian hitam atau putih itu bagi orang Sunda memiliki nilai filosofi. Kang Dedi memiliki prinsip seperti di tulis dalam buku bukunya bahwa jadi pejabat itu tidak dinilai dari pakaian dan protokolernya, tapi dari pengabdian dan prestasi.
Itulah seorang Dedi Mulyadi seorang Bupati dan Budayawan.Yang menjadikan Kearifan Budaya Sunda sebagai salah satu dasar atau pemikiran untuk membangun negeri ini.
#inspirasikangdedi
Langganan:
Postingan (Atom)