expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 26 Juli 2016

"Kebijakan Purwakarta, Kebijakan Kearifan Lokal"

Buku Kang Dedi Mulyadi : MENGAYUH NEGERI DENGAN CINTA
Pelajaran Ke Enam : Tali Paranti Karuhun

Pertama kali ketika menjadi wakil bupati, saya merasakan ada yang aneh pada Pendopo Kean Santang. Pendopo untuk rakyat mengadu kepada pemerintah, seharusnya tidak terlalu tertutup
dan seram. Kalau pendoponya tidak nyaman, mana mungkin rakyat merasa memiliki dan mendukung program pemerintah. Saat itu saya bercita-cita, “Bila saya jadi bupati kelak. saya akan mengubah pendopo ini menjadi lebih ramah dan mengundang
kehadiran rakyat!”. Maka saya pun mengubah pendopo ini menjadi lebih terbuka.
Pendopo ini dinamakan Pendopo Kean Santang, nama seorang tokoh Sunda — yang kemudian menjadi penyebar agama Islam— yang berani menjelajah ke segala arah untuk menemukan kebenaran. Kean Santang adalah sosok manusia yang terbuka dan perwira, ia mengakui kekutan orang lain dan siap untuk berubah sesuai dengan komitmen yang telah diberikannya. Saya pikir karakter seperti itulah yang seharusnya dipancarkan pendopo ini
kepada semua PNS juga kepada rakyat Purwakarta. Maka, secara perlahan saya mencoba menghadirkan sosok Kean Santang sebagai teladan kehidupan yang terus mencari kebenaran dengan cara terbuka dan menepati janji.
Sekarang ini, alhamdulillah raut wajah para pegawai di Pemkab Purwakarta yang tadinya kurang bergairah, kini mengalami perubahan menjadi tambah semangat. Pendopo menjadi terbuka dan disenangi warga masyarakat, saya pun dapat merenungkan kebijakan dengan nyaman, PNS juga terlihat bersemangat melakukan aktivitasnya.
Kemudian saya menetapkan gerakan bersepeda pada hari Jumat. Orang lain mungkin menganggap program ini remeh, hanya bersepeda. Namun, saya ingin memulai membangun dengan menghadirkan suasana, melalui suasana itu akan tumbuh rasa kebersamaan, rasa cinta, dan rasa betah. Target saya kadang-kadang naif, misalnya melalui bersepeda setidaknya akan mampu melahirkan kebahagiaan dengan bisa tertawa kendati dalam waktu sekejap. Itulah kearifan lokal, tidak langsung pada apa yang dituju, namun lebih memberi dukungan agar semua orang dapat mencapai cita-citanya.
Tidak hanya itu, demi mewujudkan lingkungan yang sehat, saya juga menggulirkan kebijakan berupa larangan parkir bagi kendaraan bermotor di depan kantor Setda/Bupati Purwakarta setiap hari Jumat. Sebelumnya saya juga telah mengeluarkan kebijakan yang tidak memperbolehkan kendaraan pegawai ataupun tamu masuk ke lingkungan kantor Setda/Bupati Purwakarta yang terletak di Jalan Gandanegara. Semua kendaraan, baik sepeda motor maupun mobil milik pegawai atau tamu, terpaksa parkir di jalan raya di depan kantor tersebut. Kebijakan ini merupakan salah satu upaya agar lingkungan di sekitar kantor pemkab terasa nyaman dan bersih.
Lalu saya mencanangkan slogan “Berseka” yang intinya memelihara kebersihan dan kelestarian alam. Saya mendorong penanaman pohon di area Situ Buleud, pelepasan bibit ikan di Situ Buleud, dan pelepasan burung di halaman.
Semuanya dilakukan atas dasar kearifan lokal yang menghargali alam, menyantuni alam, dan mengikuti pola kerja alam. Alam adalah rumah kita, bahkan dapat dikatakan sumber hidup kita. Tanpa alam, dapat dikatakan, tak akan ada kehidupan manusia. Sudah sekian lama kita hidup di tengah alam, namun
Iupa mengucapkan terima kasih pada alam. Melalui “Purwak arta Berseka”, saya ingin semua orang berbakti kepada alam sehingga alam pun memberikan kesuburan hasil panen kepada para petani.
Maka burung-burung pun dilepaskan pada salah satu Hari Ulang Tahun Purwakta. Pelepasan burung itu merupakan siloka bahwa mereka punya hak hidup berdampingan dengan manusia, sekaligus juga pesan dan doa. Burung yang dilepask an adalah pembawa pesan kepada segala satwa dan alam bahwa ada niat baik yang muncul pada masyarakat Purwakarta untuk kembali menjadi bagian dari alam. Pelepasan burung juga sebagai doa, seperti pelepasan burung setelah salat minta hujan kepada Allah agar kehidupan masyarakat Purwakarta mendapatkan cinta dan langit dan semua makhluk langit.
Selain itu, saya teninspirasi oleh hadis dalam Kitab Usf uriyah yang menceritakan keutamaan karakter Sayyidina
Umar. Ia membeli seekor burung dengan harga mahal dan Seorang anak kecil untuk dilepaskan. Kemudian konon setelah meninggal, Sayyidina Umar mendapatkan fasilitas alam barzakh yang luar biasa penuh kenikmatan. Fasilitas itu berasal dan pembebasan yang dilakukan Sayyidina Umar dan melepaskan burung yang tertindas. Lalu kisah itu ditutup dengan hadis, “Siapa yang mengasihi makhluk di bumi, maka semua makhluk langit akan mengisihinya”. Maka burung-burung yang dilepaskan itu akan menjadi doa bagi semua rakyat Purwakarta agar terus dikasihi oleh seluruh makhluk langit. (bersambung)
‪#‎inspirasikangdedi‬




"Kebijakan Purwakarta, Kebijakan Kearifan Lokal"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar