expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 25 Februari 2018

DUA SATRIA YANG AKAN MENJAGA TANAH SUNDA


Kerusakan lingkungan hidup di Jawa barat, saat ini sudah cukup kritis di berbagai tempat telah terjadi kerusakan. Seperti Garut, yang rusak karena galian pasir ilegal di kawasan gunung Guntur, tanah longsor yang kerap terjadi di Jawa Barat bagian selatan, dan pertambangan ilegal batu kapur di Kecamatan Pangkalan Karawang.
"Ini merupakan sejumlah contoh kerusakan alam akibat ulah manusia,
Semua boleh membangun peradaban. Namun, membangun peradaban bukan berarti merusak alam. Selain itu, pembangunan infrastruktur dan pembangunan industri yang masif, juga mempengaruhi kerusakan lingkungan.

Salah satu indikator kerusakan alam, di antaranya, ketika musim kemarau, sejumlah daerah mengalami kekeringan. Sementara saat musim penghujan, sejumlah daerah menjadi daerah rawan banjir dan longsor.
Dari bidang perkebunan, sejumlah wilayah hutan yang asalnya ditanam pohon tegakan, banyak yang beralih fungsi menjadi lahan sayur. Beberapa kawasan karst yang merupakan daerah resapan air juga, ikut dieksploitasi. Lingkungan hidup, kata dia, kini bisa menjadi sumber bencana. Namun, sekaligus bisa juga jadi sumber keberkahan. Berbagai kerusakan, atau pun gangguan ekosistem semakin sering dirasakan.
"Berbicara sungai misalnya, berarti berbicara juga mengenai wajah peradaban kita. Jadi kalau sungai kita hancur, itu lah wajah peradaban kita, itulah wajah kita,

Untuk itu, berjuang demi 'menyelamatkan wajah' generasi kedepan perlu terus diupayakan. Salah satunya, dengan membangun komunikasi yang baik antar stakeholder, dan mengupayakan penegakan hukum lingkungan yang seadil- adilnya. Walaupun, upaya ini tidak semudah membalikan telapak tangan. Namun, Kekecewaan kerap datang ditengah- tengah perjuangan tersebut.
"Banyak kekecewaan kita dalam proses penegakan hukum lingkungan, tapi kita tidak boleh berhenti, perjuangkan terus!" -Deddy Mizwar


Penting pembangunan Jabar berbasis kebudayaan dan lingkungan.sejumlah persoalan masyarakat Jabar muncul karena hilangnya kultur atau identitas kesundaannya. Peran masyarakat Sunda pun menghilang dalam dinamika kebangsaan. minimnya orang Jabar yang mau menjadi pemimpin karena filosofi tuturut munding. Alih-alih menonjol, masyarakat Jabar semakin inferior dibanding masyarakat lain.
Tergerusnya identitas budaya, bermula karena menghilangnya pendidikan karakter bagi para pelajar. "Orang tidak dididik untuk percaya diri," Kurikulum pendidikan pun monoton tak adaptif dengan lingkungannya. Pendidikan pelajar harus berbasis atau berkorelasi dengan lingkungannya. Pelajar yang berada di lingkungan pertanian, semestinya diajari bagaimana mengenal bibit padi dan bercocok tanah. Begitu pula para pelajar di lingkungan laut dan industri. Dengan cara itu, ilmu pun teraplikasi dalam konteks kekinian dan lingkungan tempat tinggal.

Budaya dan lingkungan yang berasal dari kearifan lokal menjadi solusi terhadap tantangan pembangunan Jabar ke depan. Seperti persoalan ketimpangan kesejahteraan kawasan Utara dan Selatan Jabar. "Distribusi anggaran tidak melahirkan regulasi yang tepat. Setiap daerah berlomba-lomba membuka (diri menjadi) kawasan industri," Akibatnya, kesejahteraan tak sepenuhnya terealisasi dan daya dukung lingkungan malah berkurang. "Terus kawasan konservasinya di mana,"

Persoalan kerusakan lingkungan seperti pencemaran Sungai Citarum juga berpangkal dari hilangnya pendekatan budaya. "Saya katakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum cukup dijaga adat, enggak usah kelembagaan," Pelibatan masyarakat adat yang memiliki kearifan lokal dalam memelihara Citarum lebih bak ketimbang menyerahkan urusan sungai kepada lembaga-lembaga yang saling berebut kewenangan dan hanya beorientasi birokrasi.

Pertumbuhan ekonomi bukan segala-galanya. ‎ "Jangan lupakan asas lingkungan, karena uang ternyata tak punya arti manakala tak memberikan rasa nyaman bagi masyarakat dan manusia," -Dedi Mulyadi
#2dm4jabar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar