GARUT, KOMPAS.com
- Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menjadi pembicara dalam kegiatan
Halaqah Kebangsaan PCNU Kabupaten Garut di Pesantren As-Sa’adah,
Limbangan, Garut, Jawa Barat, Minggu (17/9/2017).
Acara yang digelar
di aula pesantren ini juga turut menghadirkan Rais Aam PBNU, Kiai
Ma’ruf Amin. Dalam Halaqah yang bertajuk “Menjam’iyahkan Jama’ah dan
Menahdhahkan Nahdhiyah” ini, Dedi Mulyadi yang hadir dengan mengenakan
peci hitam dan kemeja batik bernuansa hijau khas Nahdlatul Ulama (NU)
ini mengatakan bahwa kader Nahdlatul Ulama harus mampu menguasai
berbagai sektor dalam kehidupan kebangsaan.
“Jadi ke depan, di
pesantren itu tidak boleh hanya ada madrasah aliyah, karena madrasah
dengan pesantren itu adik-kakak. Seharusnya, di pesantren mulai
mengajarkan pendidikan berbasis kecakapan seperti SMK dan pendidikan
berbasis pengetahuan umum seperti SMA,” paparnya di depan para kiai NU
se-Kabupaten Garut.
Langkah ini, menurut Dedi, harus segera diambil
dalam rangka gerakan antitesa terhadap paham radikalisme dan intoleransi
yang umumnya justru berkembang di kalangan kaum terdidik perkotaan yang
saat remaja tidak sempat mengenyam pendidikan agama di pesantren.
Akibatnya, kata Dedi, saat dewasa dan bersentuhan dengan berbagai paham
garis keras, mereka cenderung tunduk tanpa menganalisis paham tersebut
dengan metodologi yang biasa dipelajari di lingkungan pesantren.
“Boleh cek deh, yang radikal dan intoleran itu biasanya adalah mereka
yang saat remaja tidak memperoleh pendidikan agama yang cukup di
pesantren. Saat mereka akrab dengan lingkungan perkotaan yang super
sibuk, mereka mencari pelarian, mulailah bersentuhan dengan komunitas
yang mengajarkan paham radikal. Kata gurunya pukul ya pukul, kata
gurunya ledakan ya ledakan. Ini pemahaman tanpa metodologi,” katanya
menambahkan.
Saat kader NU mampu menembus lingkungan tersebut
dengan bekal pemahaman yang cukup, lanjut Dedi, mereka lah nanti yang
membuat halaqah (diskusi/pengajian) yang sama dengan konten khas NU,
yakni mengedepankan prinsip tasamuh (toleransi), tawasuth (pertengahan),
tawazun (penuh pertimbangan) dan i’tidal (lurus taat asas).
“Nanti
misalkan kader NU masuk universitas bonafid, di sana membuat halaqah
tentang ajaran keislaman yang sesuai dengan kultur keindonesiaan, kader
NU masuk sektor industri, membuat halaqah untuk para buruh dan lain
sebagainya. Sesuai dengan pemikiran khas NU,” tandasnya.Senada dengan
Dedi, Rais ‘Aam PBNU Kiai Ma’ruf Amin menekankan peran ulama sebagai
penjaga umat dan tatanan kebangsaan. Ketua Umum MUI Pusat itu juga
mengimbau agar NU sebagai jamiyah atau organisasi mampu menjadi rumah
bagi seluruh jemaah NU kultural yang belum masuk ke NU secara
struktural.
“Peran ulama itu banyak, himaayatul ummah (memelihara
umat) sekaligus himaayatud diin (memelihara agama). Dua hal ini harus
seiring sejalan, umat jangan sampai dibawa ke dalam paham radikal. Kiai
NU harus berada di garda terdepan untuk menjaganya,” kata Kiai Ma’ruf.
Sementara itu, Rais Syuriah PCNU Kabupaten Garut, Kiai Muhyidin
Aminudin atau akrab disapa Ceng Mimin berharap gagasan Bupati Purwakarta
Dedi Mulyadi ini diterapkan di wilayah yang bukan saja kabupaten
melainkan provinsi.
Senada dengan Dedi, Rais ‘Aam PBNU Kiai Ma’ruf
Amin menekankan peran ulama sebagai penjaga umat dan tatanan kebangsaan.
Ketua Umum MUI Pusat itu juga mengimbau agar NU sebagai jamiyah atau
organisasi mampu menjadi rumah bagi seluruh jemaah NU kultural yang
belum masuk ke NU secara struktural.
“Peran ulama itu banyak,
himaayatul ummah (memelihara umat) sekaligus himaayatud diin (memelihara
agama). Dua hal ini harus seiring sejalan, umat jangan sampai dibawa ke
dalam paham radikal. Kiai NU harus berada di garda terdepan untuk
menjaganya,” kata Kiai Ma’ruf.
Sementara itu, Rais Syuriah PCNU
Kabupaten Garut, Kiai Muhyidin Aminudin atau akrab disapa Ceng Mimin
berharap gagasan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi ini diterapkan di
wilayah yang bukan saja kabupaten melainkan provinsi.
#dedimulyadi7abar1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar