Namun,
semua keserderhanaan Kang Dedi dalam kehidupan kesehariannya tidaklah
mengurangi rasa hormat dan kagum kita, Paristiwa seperti ini sangat
memungkinkan terjadi, Rumah Dinas Bupati Purwakarta itu sangat terbuka,
berbeda dengan rumah rumah dinas kepala daerah lainnya, Kang Dedi kalau
tidak ada acara resmi jika disekitaran rumah dinas jarang memakai sendal
atau sepatu dengan pakaian sederhana terkadang lusuh, kalau berjalan
setengah berlari, tidak pernah mengandalkan pekerjaan pekerjaan ringan
kepada puluhan karyawannya yang di tugaskan Pemkab untuk menjaga rumah
dinas Bupati, tentu bisa saja orang keliru melihat Kang Dedi. coba kalau
hal ini menimpa pada kepala daerah lainnya mungkin sudah ditampiling.
Peristiwa ini bagi Kang Dedi malah dijadikan hiburan, jiwanya yang bijaksana dan tanpa mengenal kasta dalam melayani rakyatnya, semakin memantapkan kita untuk memberi amanah untuk menjadi orang nomor satu di Jawa Barat, jika Kang Dedi Mulyadi menjadi Gubernurnya saya yakin nuansanya akan sangat berbeda. Satu lagi yang membuat salut, Kang Dedi ini tidak merokok, mungkin satu satunya cagub Jabar yang tidak merokok, meski hampir setiap setiap malam menembus udara dingin malam.
Peristiwa ini bagi Kang Dedi malah dijadikan hiburan, jiwanya yang bijaksana dan tanpa mengenal kasta dalam melayani rakyatnya, semakin memantapkan kita untuk memberi amanah untuk menjadi orang nomor satu di Jawa Barat, jika Kang Dedi Mulyadi menjadi Gubernurnya saya yakin nuansanya akan sangat berbeda. Satu lagi yang membuat salut, Kang Dedi ini tidak merokok, mungkin satu satunya cagub Jabar yang tidak merokok, meski hampir setiap setiap malam menembus udara dingin malam.
BUPATI PURWAKARTA H.DEDI MULYADI DISANGKA TUKANG KEBON
"Ada kisah yang sangat lucu siang tadi. Saat sedang "beberesih" di
halaman rumah, tiba-tiba lewat tukang rongsokan. Dia menghampiri saya.
Kemudian saya memintanya untuk mampir sejenak.
"Keur naon mang?" (Sedang apa mang?), dia bertanya.
"Beberesih" (bersih-bersih), kataku menjawab pertanyaan dia.
"Menta rokok atuh" (minta rokok dong), pintanya kepadaku.
"Duh tara ngarokok, tapi mun hayang mah dipangmeulikeun" (wah tidak pernah merokok, tapi kalau mau saya belikan), saya menjawab permintaannya.
Setelah dibelikan rokok, dia meminta saya untuk menyalakan rokok yang sudah menempel di mulutnya.
"Panghurungkeun atuh Mang," (Tolong nyalakan dong mang), tuturnya santai.
"Oh sok atuh kadieu," (Oh sok atuh sini), kataku sambil mendekatkan korek api ke ujung batang rokoknya.
Saya berbincang dengannya. Dia mengaku bernama Ace, orang Sakambang. Merasa penasaran, saya bertanya tentang keseharian dirinya.
"Geus boga pamajikan can?," (sudah punya istri belum?), tanyaku.
"Encan, sieun teu bisa maraban na," (belum, takut tidak bisa ngasih makannya), jawaban itu meluncur dari mulut Ace yang kami sambut dengan tawa renyah siang itu.
Hari mulai hujan, kemudian dia pamit untuk pulang.
"Rek balik ah" (mau pulang ah), ucapnya.
Saat Ace mau memikul barang bawaannya. Dia meminta saya membantu mengikatkan tali pada kardusnya.
"Mang, mang, pangnaliankeun!!" (Mang tolong ikatkan), pintanya.
"Oh siap kang", kataku sambil melayani Ace.
Karena merasa kasian, khawatir ia basah kuyup karena hujan, saya meminta staff saya untuk mengantarkannya pulang.
Tak lupa saya titipkan bekal untuk modal dia berusaha. Saya melepas Ace sambil tersenyum bahagia.
Rupanya Ace tidak mengenal saya karena wajah saya tertutup "dudukuy". Ia menyangka saya berprofesi sebagai tukang kebun.
Terima kasih Kang Ace. Sudah membuat saya bahagia hari ini" -Dedi Mulyadi
Kemudian saya memintanya untuk mampir sejenak.
"Keur naon mang?" (Sedang apa mang?), dia bertanya.
"Beberesih" (bersih-bersih), kataku menjawab pertanyaan dia.
"Menta rokok atuh" (minta rokok dong), pintanya kepadaku.
"Duh tara ngarokok, tapi mun hayang mah dipangmeulikeun" (wah tidak pernah merokok, tapi kalau mau saya belikan), saya menjawab permintaannya.
Setelah dibelikan rokok, dia meminta saya untuk menyalakan rokok yang sudah menempel di mulutnya.
"Panghurungkeun atuh Mang," (Tolong nyalakan dong mang), tuturnya santai.
"Oh sok atuh kadieu," (Oh sok atuh sini), kataku sambil mendekatkan korek api ke ujung batang rokoknya.
Saya berbincang dengannya. Dia mengaku bernama Ace, orang Sakambang. Merasa penasaran, saya bertanya tentang keseharian dirinya.
"Geus boga pamajikan can?," (sudah punya istri belum?), tanyaku.
"Encan, sieun teu bisa maraban na," (belum, takut tidak bisa ngasih makannya), jawaban itu meluncur dari mulut Ace yang kami sambut dengan tawa renyah siang itu.
Hari mulai hujan, kemudian dia pamit untuk pulang.
"Rek balik ah" (mau pulang ah), ucapnya.
Saat Ace mau memikul barang bawaannya. Dia meminta saya membantu mengikatkan tali pada kardusnya.
"Mang, mang, pangnaliankeun!!" (Mang tolong ikatkan), pintanya.
"Oh siap kang", kataku sambil melayani Ace.
Karena merasa kasian, khawatir ia basah kuyup karena hujan, saya meminta staff saya untuk mengantarkannya pulang.
Tak lupa saya titipkan bekal untuk modal dia berusaha. Saya melepas Ace sambil tersenyum bahagia.
Rupanya Ace tidak mengenal saya karena wajah saya tertutup "dudukuy". Ia menyangka saya berprofesi sebagai tukang kebun.
Terima kasih Kang Ace. Sudah membuat saya bahagia hari ini" -Dedi Mulyadi
PURWAKARTA, (PR).- Menjadi orang nomor satu di Purwakarta, tidak
membuat Dedi Mulyadi gengsi untuk bersih-bersih halaman rumah dinasnya.
Sekilas orang- orang pun tidak akan menyangka dia seorang bupati.
Menggunakan kaos oblong hitam, celana jeans dan topi ala koboi Amerika,
Dedi Mulyadi sibuk dengan sapu ijuknya. Sambil membersihkan daun-daun
jatuh dia pun sesekali melantunkan salawat pada Nabi SAW.
Tiba-tiba
seseorang menghampirinya, dan menyapa Dedi Mulyadi. "Ker naon Jang? Cik
lah menta udud, tatadi can udud kuring (Lagi apa bang? Bolehlah saya
minta rokok, dari tadi saya gak merokok), " ujar orang tersebut.
Pria yang menyapa tadi ternyata diketahui bernama Ace, usianya sekitar
50 tahun. Nampaknya dia tidak kenal orang yang disapanya tadi. Ace
mengira orang itu adalah tukang kebun.
Dedi Mulyadi menjawab, ia
tidak merokok. Namun meski demikian Dedi menyuruh stafnya secara
sembunyi-sembunyi untuk membelikan rokok untuk Ace. Ace diketahui
sehari-harinya mencari nafkah dengan mengumpulkan barang rongsokan dan
botol bekas.
Setelah stafnya membelikan rokok untuk Ace, Dedi pun
memberikan rokok tersebut untuk Ace. Bahkan Dedi tak segan membawakan
korek untuk menyalakan rokok Ace. Ace pun akhirnya bercerita tentang
kehidupan sehari-harinya.
Ace menceritakan bahwa dia adalah berasal
dari Desa Sakambang, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta. Meski
usianya sudah lebih dari setengah abad, ternyata dia belum menikah.
"Saya khawatir saya tidak bisa menafkahi kalau nantinya saya menikah.
Belum lagi jika nanti punya anak, gimana caranya saya memberi makan.
Padahal untuk hidup sehari-hari saja saya amat pas-pasan," ujar Ace
dengan Bahasa Sunda.
Dalam sehari, penghasilan Ace hanya berkisar Rp
20-30 ribu saja. Menurutnya uang tersebut habis untuk makan dan
bertahan hidup saja. "Inginnya saya berhenti merokok untuk menghemat.
Tetapi rokok juga berfungsi untuk menahan rasa lapar, sehingga sulit
saya untuk berhenti," katanya.
Masih tak tahu
Setelah berbicara
dengan Dedi Mulyadi, ia meminta tolong untuk membantu mengikat karung
yang dibawanya. "Cing bantuan pangnaliankeun Jang, (Coba tolong bantu
mengikatnya De-red)," ujarnya.
Sontak saja hal tersebut membuat Dedi
Mulyadi tersenyum. Ia tidak tersinggung. Dia pun lalu membantu mengikat
karung besar yang dibawa Ace. Karena hari mulai mendung tanda hujan
akan datang, Ace pun akhirnya pulang pamit.
Namun sebelum pulang,
Dedi pun yang merasa iba, memberi uang untuk Ace agar dia memiliki
usaha lain. Selain itu, salah seorang stafnya diminta untuk mengantarkan
Ace pulang menggunakan mobil.
Ace pun dengan bangga pulang sambil
melambaikan tangannya pada Dedi Mulyadi. Tetapi hingga dia pulang, dia
tidak sadar bahwa orang yang membantunya tersebut, adalah orang nomor
satu di kabupaten tempat tinggalnya. Dia masih menyangka Dedi adalah
tukang kebun karena dandanan santainya.***
#dedimulyadi7abar1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar