30. Peribahasa CCPKSSPI dan Pemerintahan Kolonial
Ilustrasi sejarah
Ketika pemerintah kolonial masih berada dalam kondisi lemah akibat
“malaise”, situasi di dunia internasional makin memanas. Jerman dengan
mendadak menyerang Polandia tanggal 1 September 1939. Peristiwa itu
menandai pecahnya Perang Dunia
II. Hal tersebut mcngguncangkan
orang-orang Belanda di Indonesia, khususnya para pejabat karena negeri
mereka yang terletak antara Jerman dan Inggris terpaksa terlihat dalam
Perang Dunia II. Demikian pula Indonesia sebagai jajahan Belanda mau
tidak mau terlihat pula dalam perang tersebut. Sementara itu, aktivitas
pergerakan nasional di Indonesia makin meningkat. Hal itu antara lain
ditunjukkan oleh GAPI (Gabungan Partai Politik Indonesia) yang mulai
September 1939 melancarkan aksi “Indonesia Berparlemen”.
Situasi
tersebut dimanfaatkan oleh pemerintah Jepang untuk menarik simpati
rakyat Indonesia terhadap Jepang rnelalui berbagai cara. Berbagai jenis
barang produksi Jepang dijual di Indonesia dengan harga cukup murah.
Nippon Hosokyoku (Radio Jepang di Tokyo) setiap malam mengadakan siaran
khusus yang ditujukan ke Indonesia. Siaran itu berupa propaganda muluk
disertai janji Jepang mengenai “kernakmuran bersama di Asia Timur Raya”.
Melalui siaran radio itu dikumandangkan pula lagu “Indonesia Raya”.
Sebaliknya, pemerintah kolonial justru melarang rakyat Indonesia
menyanyikan lagu tersebut.
Propaganda Jepang melalui radio tak
hanya berlangsung dan Tokyo, tetapi dilakukan pula oleh orang-orang yang
menjadi kaki tangan Jepang di Indonesia. Dengan demikian, propaganda
itu menyebar luas di kalangan rakyat Indonesia. Mereka umumnya menyambut
gembira, bahkan herharap Jepang akan menolong rakyat Indonesia dalam
upaya melepaskan din dan belenggu penjajahan Belanda.
Sementara itu, pemerintab Jepang juga menyebar matam ata di Indonesia, terutama di kota-kota hesar. Selain beroperasi
di kota, mereka keluar-masuk kampung dengan menyamar sebagai tukang
kredit. Melalui mata-mata itu, pemimpin tentara Jepang mengetahui
kondisi pertahanan Belanda, sikap rakyat Indonesia, dan potensi
Indonesia yang diperlukan oleh pihak Jepang. Berdasarkan pengetahuan
itu, mulai tanggal 10/11 Januari 1942 pasukan Jepang, yaitu Tentara
Ke-16 pimpinan Letnan Jenderal Hitosyi Imamura melancarkan serangan ke
indonesia.
Serangan Jepang pertama kali ditujukan ke daerahd aerah
penghasil minyak, terutama Tarakan, Plaju, dan Sungai Gerong. Setelah
pasukan Jepang dalam waktu singkat dapat menguasai Sulawesi, sebagian
Sumatra, dan Nusa Tenggara, bahkan Timor dan Kupang, sasaran serbuan
selanjutnya adalah Pulau Jawa. Waktu itu kekuatan pasukari Belanda di
Pulau Jawa berjumlah lebih-kurang 40.000 orang, sebagian besar
ditempatkan di Jawa Barat. Dalam serbuan ke Pulau Jawa, di Laut Jawa
pasukan Jepang dihadang oleh armada Sekutu yang membantu Belarida.
Setelah menghancurkan armada Sekutu, pasukan Jepang mendarat di beberapa
tempat di pantai utara Pulau Jawa. Mereka mengutamakan rnenyerbu Jawa
Barat, karena Jawa Barat merupakan pusat pemerintahan dan pertahanan
Hindia Belanda.
Pasukan Jepang yang menyerbu Jawa Barat adalah
Tentara Ke-16 Divisi 2. Mereka mendarat di tiga ternpat, yaitu di kota
keel Bojonegara dekat Merak, di Teluk Banten, dan di Eretan daerah
Cirebon. Tanggai 1 Maret 1942, Detasemen pimpinan Kolonel Tosyinari
Syoji yang mendarat di Eretan herhasil menduduki Subang, setelah
Batalyon Wakamatsu merebut lapang terbang Kalijati yang dijaga oleh
Angkatan Udara Inggris. Tanggal 2-4 Maret 1942 pasukan Belanda berusaha
untuk merebut kembali Kalijati. Akan tetapi, usaha itu gagal, bahkan
ratusan tentara Belanda menjadi korban. Tanggal 3 Maret 1942 tentara
Jepang yang menduduki Subang melakukan konsolidasi pasukan. Sejalan
dengan hal itu, 11 orang pejabat daerah setempat diangkat menjadi
pengurus “Badan Perantaraan dan Propaganda Balatentara Nippon” di Subang
dengan ketua 0. Sutaatmaja.
Sementara itu, pasukan Jepang yang
mendarat di daerah Banten bergerak ke arah timur dalam dua kolone. Satu
kolone bergerak rnelalui Serang—Balaraja menuju Tangerang. Kolone yang
lain bergerak menuju Bogor melalui Serang_Rangkashig Tanggal 5 Maret
1942 mereka menduduki Leuwiliang setelah mematahkan perlawanan pasukan
Black Force Australia yang menghadang di kota itu. Pada ban itu, Batavia
menjadi “kota terbuka” karena pasukan Mayor Jenderal Schilling dan
pihak Belanda terpaksa melepaskan pertahanan kota itu.
Pasukan
Sdii1ling mengunciurkan din ke I3andung, tetapi di perjalanan mereka
dihadang oleh dua pasukan Jepang, yaltu pasukan Kolonel Natsu yang
menduduki Kota Bogor dan pasukan Jepang yang bergerak dan Karawang.
Namun, pasukan Schilling berhasil sampai di Bandung tanggal 6 Maret
1942. Tanggal 5 Maret, semua detasemen tentara Jepang di Subang dan
Kalijati disiapkan untuk menggempur pertahanan Belanda di Ciater,
kemudian nienyerbu Bandung. Pasukan Jepang dan Kalijati
menuju
Ciater melewati Purwakarta. Ternyata, tentara Belanda yang menjaga
Ciater tidak mampu menahan serbuan pasukan Jepang. Tentara Belanda dan
Ciater mundur ke Lembang. Akan tetapi, Lembang pun akhirnya jatuh ke
tangan Jepang tanggal 7 Maret 1942 sore han. Hal itu berarti kota
Bandung terbuka bagi serangan Jepang.
Situasi tersebut dan kondisi
tentara Belanda yang makin buruk disadari oleh Panglima Angkatan Darat
Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten dan dipahami pula oleh Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgti Stachouwer yang sudah
berada di Kota Bandung. Mereka juga menyadarj bahwa di Bandiing saat itu
terdapat sejumlah besar orang sipil, wanita dan anak-anak Belanda,
serta beberapa orang pembesar Belanda. Oleh karena itu, tanggal 6 Maret
1942 Letnan Jenderal Ter Poorten memberi perintah kepada Mayor Jenderal
J.J. Pesman, Komandan Pertahanan Bandung agar di Bandung tidak terjadi
pertempuran. Lebih baik berundmg dengan pejabat tinggi tentara Jepang
nlengenai penyerahan pasukan Belanda yang berada di garis utara—selatan
melalui Purwakarta dan Sumedang.
Tanggal 7 Maret 1942 Mayor
Jenderal Pesman mengirim utusan ke Lembang menemul Kolonel Syoji untuk
meminta adanya gencatan senjata. Akan tetapi, Jenderal Imamura yang
telah dihubuiigi oleh Kolonel Syoji memerintahkan agar Kolonel Syoji
—yang mendapat tugas khusus merebut Kota Bandung— menghubungj Gubernur
Jenderal Hindia Belanda. Gubernur Jenderal Tjarda diminta datang ke
Suhang tariggal 8 Maret 1942 pagi han untuk berunding dengan pembesar
tentara Jepang. Letnan Jenderal Ter Poorten meminta kepada Gubernur
Jenderal Tjarda agar rnenolak permintaai- itu. Akibat penolakan itu,
Jenderal Imamura mengeluarkan ultimatum. Apabila tanggal 8 Maret 1942
pukul 10 pagi para pembesar Belanda tidak berangkat ke Kalijati, Kota
Bandung akan dibom sampai hancur. Sebagai bukti bahwa ultimatum itu
bukan hanya gertakan, sejumlah pesawat tempur Jepang berputar-pu tar di
atas Kota Bandung, slap melaksanakan tugasnya.
Melihat kenyataan
itu, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Gubemur Jenderal Tjarda serta
pembesar Belanda lainnya segera berangkat ke Kalijati. Semula, Letnan
Jenderai Ter Poorten hanya bersedia menyerahkan Bandung. Akan tetapi,
Jenderal Imamura menolak dan akan melaksanakan ultimatumnya. Oleh karena
itu, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Tarda terpaksa
berkapitulasi total, yaitu menyerahkan seluruh wilayah kekuasaan Belanda
kepada Jepang tanpa syarat. Tanggal 9 Maret 1942 pukul 8.00, melalui
siaran Radio Bandung, Letnan Jenderal Ter Poorten memerintahkan kepada
seluruh pasukaƱnya untuk menghentikan permusuhan dengari pihak Jepang,,
dan melakukan kapitulasi tanpa syarat. Dengan peristiwa itu, berakhirjah
penjajahan Belanda di Indonesia. Selanjutnya, rakyat Indonesia berada
di bawah kekuasaan fasisme Jepang.
Catatan
Adanya penduduk
asing yang menguasal wilayah pribumi, beberapa hal harus dipersiapkan
oleh penduduk pribumi, di antaranya kesiapan mental untuk tetap
mempertahankan wilayah pribumi, ketahanan wilayah melalui persenjataan,
kehati-hatian dalam menentukan sikap, bijaksana dalam memperlakukan
orang asing tersebut, dan bertindak adil bagaimana seharusnya orang
asing dan bagaimana sebenarnya orang pribumi.
—
#kdmj1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar