Negara memang belum memiliki kepedulian yang sungguh sungguh kepada
tempat tempat yang menjadi sejarah perjuangan bangsa Indonsia dalam
mencapai kemerdekaan, salah satunya adalah rumah milik Djiauw Kie Siong.
Rumah itu tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai tempat Pahlawan
Proklamasi Indonesia Soekarno-Hatta mempersiapkan teks Proklamasi
Kemerdekaan sebelum dibacakan di Jakarta.
Tujuh puluh tahun lebih Indonesia merdeka,,beberapa rezim kekuasaan di pemerintahan pusat berganti, beberapa kali Gubernur Jawa Barat berganti, beberapa kali Bupati Karawang berganti, namun dalam memberikan perhatian yang inten kepada rumah bersejarah ini hanya Kang Dedi Mulyadi, "Rumah milik kakek saya ini adalah rumah sejarah Soekarno-Hatta di Renggasdengklok. Pak Dedi yang sering ke sini memberi bantuan, selain bantuan uang pemeliharaan, pagar pun diperbagus olehnya," ujar Yanto, salah seorang cucu Djiauw Kie Siong di rumah tersebut"
Tidak hanya itu, warga sekitarpun sangat akrab dengan Kang Dedi karena seringnya Kang Dedi berkunjung ke tempat itu.
Padahal idealisnya rumah ini di beli oleh negara kemudian dijadikan museum, dikelola secara profesianal sebagai salah satu tempat parawisata.
Tujuh puluh tahun lebih Indonesia merdeka,,beberapa rezim kekuasaan di pemerintahan pusat berganti, beberapa kali Gubernur Jawa Barat berganti, beberapa kali Bupati Karawang berganti, namun dalam memberikan perhatian yang inten kepada rumah bersejarah ini hanya Kang Dedi Mulyadi, "Rumah milik kakek saya ini adalah rumah sejarah Soekarno-Hatta di Renggasdengklok. Pak Dedi yang sering ke sini memberi bantuan, selain bantuan uang pemeliharaan, pagar pun diperbagus olehnya," ujar Yanto, salah seorang cucu Djiauw Kie Siong di rumah tersebut"
Tidak hanya itu, warga sekitarpun sangat akrab dengan Kang Dedi karena seringnya Kang Dedi berkunjung ke tempat itu.
Padahal idealisnya rumah ini di beli oleh negara kemudian dijadikan museum, dikelola secara profesianal sebagai salah satu tempat parawisata.
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan
yang dilakukan oleh sejumlah pemuda antara lain Soekarni, Wikana, Aidit
dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng " terhadap Soekarno dan
Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00.
WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk
kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang
diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan
muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah Jepang
mengalami kekalahan dalam Perang Pasifik.
Bahkan sang legenda penyair Indonesia mengabadikan peristiwa ini dalam puisinya yang berjudul.
Bahkan sang legenda penyair Indonesia mengabadikan peristiwa ini dalam puisinya yang berjudul.
Karawang - Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi (DKS)
#kdmj1.
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi (DKS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar