expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 25 November 2017

Dedi Mulyadi: Konflik Golkar Saat Ini Tidak Ada Apa-apanya Dibanding Awal Reformasi

Penuturan KDM seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, bagaimana ketika pasca reforrmasi pengurus dan kader yang tetap bertahan dan loyal kepada Golkar harus menerima cemoohan, hujatan bahkan tindakan anarkis, KDM bahkan pernah mengatakan dirinya ketika hangat hangatnya eporia Reformasi pernah ditimpukin segala, beliau waktu itu masih kader muda Golkar,diusianya sekitar 27 tahun, namun telah duduk sebagai wakil rakyat di DPRD Purwakarta dari Partai Golkar. Loyalitas dan kontribusi KDM terhadap Partai Golkar memang tidak perlu diragukan lagi, dari awal tidak pernah jadi kutu loncat, seorang kader militan Golkar meski beliau berlatar belakang organisasi HMI (Himpunan Mahasswa Islam) pilihannya sebagai kader Golkar merupakan idealismenya dalam berpolitik.
Memang kalau kita melihat sejarahnya Partai Golkar berdiri pasca Reformasi, karena di era Orde Baru dalam UUnya Golkar bukan sebagai Partai Politik, ketika masa itu yang di sebut parpol itu hanya ada 2 yaitu PPP dan PDI saja.
Jadi masuk di era milanium ini, sudah saatnya Golkar dipegang anak anak muda yang memilki visi, loyalitas,integritas dan bersih dari kasus kasus pribadi Ketumnya, Kita menjadi saksi dari mulai era Pak Akbar Tandjung sebagai ketumnya Partai Golkar selalu didera kasus, kita masih ingat Pak Akbar terjerat kasus penyalahgunaan dana nonbujeter Bulog, kita tentu masih ingat ketika kasus itu bergulir Golkar menjadi partai tersandera pada Pilpres 2004 dulu dengan mendukung pasangan ibu Megawati- KH. Hashim Muzadi, Padahal harusnya ketika itu Partai Golkar mendukung pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid, karena Pak Wiranto sebagai pemenang konvensi Presiden Partai Golkar ketika itu. Kita juga ingat ketika kasus itu hangat hangatnya Pak Akbar malah naik haji, sehingga masyarakat menyindirnya "semoga menjadi haji yang Mabrur bukan haji yang Kabur",
Kemudian di era kepemimpinan Pak Ical ada kasus Lapindo, meski Lapindo ini memang bukan kasus korupsi tapi tetap saja menyeret nyeret Golkar, karena Lapindo merupakan proyek usahanya Pak Ical, dan kita melihat puncaknya ada di kasus Pak Setnov ini. (DKS)
#dedimulyadi7abar1



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPD Golkar Jawa Barat‎, Dedi Mulyadi menilai konflik yang terjadi di partai berlambang pohon beringin itu saat ini belum ada apa-apanya dibanding pada saat awal reformasi.
Menurutnya, pada awal reformasi Golkar diterpa konflik sampai sampaai diminta untuk dibubarkan.
"Jauh lebih berat Golkar pada tahun 98/99 sampai 2003. Saat itu Golkar dapat tekanan publik yang berat dianggap endemik orde baru," kata Dedi dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (25/11/2017).
Pria yang juga menjabat ‎sebagai Bupati Purwakarta itu menyebut, pada saat konflik Golkar terjadi di tahun 1998/1999 bahkan sampai pembakaran kantor dan atribut partai. Namun, Golkar mampu melewati cobaan tersebut dengan mengembalikan kepercayaan publik di tahun 2004."Golkar di tahun 2004 buat konvensi dan bisa menjadi partai nomor satu di Pemilu," tuturnya.‎

 Hari ini, kata Dedi kembali terjadi sentimen negatif terhadap Golkar karena kasus hukum yang menjerat Ketua Umum. Menurutnya, para pengurus DPP Golkar harus merespon sentimen negatif tersebut agar tidak berdampak luas pada suara Golkar di Pemilu 2019 mendatang.
"Publik masih memberi harapan memilih Golkar kembali. DPP harus merespon keinginan publik, ini bukan aspirasi pengurus DPD tetapi aspirasi dari akar rumput," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar