Penuturan KDM seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, bagaimana
ketika pasca reforrmasi pengurus dan kader yang tetap bertahan dan loyal
kepada Golkar harus menerima cemoohan, hujatan bahkan tindakan anarkis,
KDM bahkan pernah mengatakan dirinya ketika hangat hangatnya eporia
Reformasi pernah ditimpukin segala, beliau waktu itu masih kader muda
Golkar,diusianya sekitar 27 tahun, namun telah duduk sebagai wakil
rakyat di DPRD Purwakarta dari Partai Golkar. Loyalitas dan kontribusi
KDM terhadap Partai Golkar memang tidak perlu diragukan lagi, dari awal
tidak pernah jadi kutu loncat, seorang kader militan Golkar meski
beliau berlatar belakang organisasi HMI (Himpunan Mahasswa Islam)
pilihannya sebagai kader Golkar merupakan idealismenya dalam berpolitik.
Memang kalau kita melihat sejarahnya Partai Golkar berdiri pasca
Reformasi, karena di era Orde Baru dalam UUnya Golkar bukan sebagai
Partai Politik, ketika masa itu yang di sebut parpol itu hanya ada 2
yaitu PPP dan PDI saja.
Jadi masuk di era milanium ini, sudah
saatnya Golkar dipegang anak anak muda yang memilki visi,
loyalitas,integritas dan bersih dari kasus kasus pribadi Ketumnya, Kita
menjadi saksi dari mulai era Pak Akbar Tandjung sebagai ketumnya Partai
Golkar selalu didera kasus, kita masih ingat Pak Akbar terjerat kasus
penyalahgunaan dana nonbujeter Bulog, kita tentu masih ingat ketika
kasus itu bergulir Golkar menjadi partai tersandera pada Pilpres 2004
dulu dengan mendukung pasangan ibu Megawati- KH. Hashim Muzadi, Padahal
harusnya ketika itu Partai Golkar mendukung pasangan Wiranto-Salahuddin
Wahid, karena Pak Wiranto sebagai pemenang konvensi Presiden Partai
Golkar ketika itu. Kita juga ingat ketika kasus itu hangat hangatnya Pak
Akbar malah naik haji, sehingga masyarakat menyindirnya "semoga menjadi
haji yang Mabrur bukan haji yang Kabur",
Kemudian di era
kepemimpinan Pak Ical ada kasus Lapindo, meski Lapindo ini memang bukan
kasus korupsi tapi tetap saja menyeret nyeret Golkar, karena Lapindo
merupakan proyek usahanya Pak Ical, dan kita melihat puncaknya ada di
kasus Pak Setnov ini. (DKS)
#dedimulyadi7abar1
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPD Golkar
Jawa Barat, Dedi Mulyadi menilai konflik yang terjadi di partai
berlambang pohon beringin itu saat ini belum ada apa-apanya dibanding
pada saat awal reformasi.
Menurutnya, pada awal reformasi Golkar diterpa konflik sampai sampaai diminta untuk dibubarkan.
"Jauh lebih berat Golkar pada tahun 98/99 sampai 2003. Saat
itu Golkar dapat tekanan publik yang berat dianggap endemik orde baru,"
kata Dedi dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (25/11/2017).
Pria
yang juga menjabat sebagai Bupati Purwakarta itu menyebut, pada saat
konflik Golkar terjadi di tahun 1998/1999 bahkan sampai pembakaran
kantor dan atribut partai. Namun, Golkar mampu melewati cobaan tersebut
dengan mengembalikan kepercayaan publik di tahun 2004."Golkar di tahun 2004 buat konvensi dan bisa menjadi partai nomor satu di Pemilu," tuturnya.
Hari ini, kata Dedi kembali terjadi sentimen negatif
terhadap Golkar karena kasus hukum yang menjerat Ketua Umum. Menurutnya,
para pengurus DPP Golkar harus merespon sentimen negatif tersebut agar
tidak berdampak luas pada suara Golkar di Pemilu 2019 mendatang.
"Publik masih memberi harapan memilih Golkar kembali. DPP
harus merespon keinginan publik, ini bukan aspirasi pengurus DPD tetapi
aspirasi dari akar rumput," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar