expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 18 November 2016

BUPATI CERDAS, INI REFERENSI BUAT PARA KEPALA DAERAH Buku : KANG DEDI MENYAPA JILID 2 Bab 21 : PAJAK UNTUK KESEJAHTERAAN






Jika daerah semakjn maju biasanya menitik beratkan pajak untuk menjadi salah satu sumber pendapatan. Karena itu, pengelolaan pajak menjadi hal yang sangat fundamental Kita membangun sebuah piranti IT yang cukup memadaj sampai pada tingkat wajib pajak sehingga dari waktu ke waktu pendapatan negara dan pajak mengalami peningkatan.
Yang menjadi tanggung jawab saya sebagai penyelenggara negara adalah membangun transparansi laporan keuangan yang didapat sebagai sumber pendapatan negara dan membangun sistem belanja.
Jadi uang pajak yang didapat itu harus serta merta diumumkan oleh negara di berbagai koran. Kalau ini dilakukan maka kepercayaan masyarakat terhadap negara akan meningkat. Jika hanya menggenjot pendapatan tapi aliran uang sudah didapat dan disusun menjadi anggaran lalu dibelanjakan namun rakyatnya tidak diberi tahu maka lama-lama orang bertanya pajaknya ini dipake apa.
Sebetulnya, inilah yang harus dilakukan sehingga kantor pajak atau direktorat jenderal pajak nanti harus menuntut detil—detil belanja pada penyelenggara kegiatan anggaran dan sisi badan anggaran legislatif dan eksekutif di pusat, provinsi dan daerah.
Bayangkan kalau setiap individu masyarakat itu mendapat laporan, indah sekali hal itu menurut saya. Saya membayar pajak lalu uang pajak saya itu nanti masuk ke mana? setelah masuk ke mana lalu uang saya masuk menjadi bagian apa?
Saya yakin ke depan akan dilaksanakan hal itu dengan lanjut. Setiap individu itu dirimpos semuanya. Dikirim pos setiap hari uang pajak anda langsung ke kantor pendapatan negara, dan pendapatan negara nanti masuk ke kas negara. Jadi nanti kas Negara dibalas oleh DPR. Oleh DPR uang pajak anda yang 20 juta itu di belanjakan untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat miskin dan untuk bantuan tunai siswa miskin. ini harus di lakukan oleh negara. Untuk apa? Agar lahir kepercayaan publik, sehingga nanti seluruh orang membayar pajak.
Di Indonesia ada kaidah kalau bayar zakat itu ibadah dan ada pahalanya di surga. Kalau pun saya bayar pajak ya ibadah juga. Bahkan pemahaman saya, pajak itu merupakan personifikasi atau bagian lain dan zakat, cuman bedanya di negara-negara yang mengandung sistem hukum tertentu itu langsung namanya zakat. Di negara yang mengandung sistem hukum terbuka seperti di Eropa itu di sebutnya pajak.
Tapi lihat komponen pajak dan komponen zakat. Komponen zakat itu tujuh asnam. Saya menyebutnya tujuh asnam itu seluruhnya adalah komponen wajib pembangunan. Dalam komposisi itu saya punya pemahaman bahwa yang ke delapan asnam itu Aminrn atau penyelenggara negara, haknya itu seperdelapan sebenarnya.
Indonesia kenapa gak maju m aju negaranya? Karena keuangan negara belum dibenahi. Dulu di purwakarta itu komposisinya 20/30, 20-nya untuk belanja pemerintah dan 30-nya belanja rakyat. Nah saat ini sudah 60/40, 60 untuk belanja rakyat dan 40 belanja untuk pemerintah.
Tahun depan saya targetkan 70/30, tahun depannya lagi 80/30 seiring dengan jumlah pensiun. Walaupun saat ini saya bingung karena pensiurinya naik lagi. Saya kemaren itu sudah punya hitungan
tahun depan yang pensiun 500 orang dikali sekian berarti dapat uang sekian lalu di baginya buat ini. Tapi sekarang mentok lagi karena pensiunnya ditambah dua tahun jadi usia 58 dan 60. Jadi hitungan 70/30 nurun, ini ngga jadi ini, karena habis oleh belanja pegawai.
Nah di Eropa itu kenapa maju tafsir zakatnya daripada Timur Tengah? Napoleon Bonaparte mengubah sistem zakat dan pajak. Dia tetapkan bahwa seperdelapannya untuk penyelenggaraan negara dan yang lainya kepentingan masyarakat.
Indonesia tidak menuju ke arah situ pemahamannya. Kalau bicara tentang syariat Islam selalu tentang setiap hari Jumat harus pake baju koko. Padahal yang disebut syariat Islam itu adalah pengelolaan keuangan daerah yang bisa mencapai 78/8. Seperdelapan untuk penyelenggaraan Negara, 78 nya untuk rakyat. Saya yakin betul ini bisa melahirkan rakyat yang sangat makmur.
Saya punya kalkulasi purwakarta itu APBD paling kecil di jawa barat itu sekarang hanya 1,6 triliun, karawang itu 3 triliun, nah 1,6 saja saya sudah bisa bangun infrastruktur dengan sempurna kualitasnya
Tahun ini harus tuntas semuanya, sudah bisa bangun jaringan listrik 50 ribu seluruh rakyat miskin. Mulai tahun ini bangun rumah rakyat miskin dan saya targetkan dua tahun ke depan 23 ribu rumah rakyat miskin itu dibangun oleh pemerintah, lalu sudah bisa memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi rakyat. UKM miskin silahkan berobat, sudah bisa menggratiskan pendidikan sampai SMA mulai tahun ini.
Propinsi itu anggarannya 18 triliun, dan 18 triliun itu dalam setiap tahun rata-rata ada silva 3 triliun. Silva itu adalah uang yang tidak di pakai, bayangkan anda bayar pajak itu uangnya tidak dipakai. Saya setiap tahun itu selalu menekankan angka belanja pokoknya tahun ini. Misalnya silva saya hanya 15 miliar, 15 miliar itu bukan uang tidak di pakai tapi biaya pemeliharaan tahun sekarang yang 5%, jadi memang habis.
Bandingkan dengan
kabupaten atau kota lain. Karawang itu silvanya 600 miliar, Bekasi itu 500 miliar silvanya, artinya uangnya tidak di pakai. Saya katakan ‘saya tidak bisa begini,’ kenapa? Itu ketidak mampuan pengelolaan. Kalau semua daerah kompak, kalau propinsi bisa 18 triliun kan bisa pakai Pemda Purwakarta 200 miliar uang tambahan saja. Saya berani memberikan gaji untuk masyarakat miskin rata-rata 500 ribu perbulan kalau diberikan.
ini kalau semua daerah mencoba membuat format birokrasi yang baik kemudian membuat format perencanaan keuangan yang baik. Kompak, sama pikirannya membuat format keuangan yang baik. Indonesia ini bakal sudah tidak miskin lagi karena sudah selesai semua, karena uangnya rapih semua.
Itu dalam proporsi pendapatan negara dalam hal in, saya berikan contoh APBN kita itu kan kisaran angka 1.600 triliun, dan 1.600 triliun itu kan ada yang tidak digunakan. Kegiatan Pemerintah itu yang terserap rata-rata hanya 60% atau 50% dan berarti dalam setiap tahun ada sekitar 700 triliun yang tidak dibelanjakan. Kalau utang negeri kita 2.000 triiun, lima tahun saja dibagi 2.000 itu jatuhnya hanya 400 triliun per tahun. Kalau dalam setiap tahun kita bayarin utang ke luar negeri maka kita sudah menjadi negara yang bebas dan hutang luar negeri. Kenapa itu tidak dibangun? Karena tidak mencoba membuat perencanaan dari awaL
Saya kalau nyusun APBD itu dibuat diawal kayak saya punya uang. Sehingga saya waktu awal sering dikritik banyak orang karena otoriter. Saya harus otoriter kalau memang mau perubahan. Nah begitu ada uang, berapa punya uang? 1,6 triliun. Kita itung uang yang ini untuk beli ini, ini untuk bayar utang ini, uang yang ini untuk bayar utang yang ini, yang
lainnya saya bantu perdebatkan.
Kalau di Indonesia uang 1.600 triliun itu langsung diperdebatkan, padahal harusnya dipotong dulu kayak kita di keluarga. Kita punya gaji dalam setiap bulan dan tidak semua orang tiap bulan terima gaji nya utuh, ada yang sudah lebih dulu dipotong oleh bank, Untuk apa? Untuk bangun rumah, untuk kuliah. Harusnya negara juga melakukan itu. Begitu misalnya ada anggaran sekian, lebih dulu dipotong saja, pokoknya uang ini tidak boleh diganggu karena untuk bayar hutang. Pokoknya uang ini ga boleh diganggu, bikin anggaran terbaik di Asia.
Tapi kalau setiap uang dikirim ke DPR kemudian diperdebatkan ya sudah. Orang bingung bagaimana ngebaginya. Tapi kalau dari awal sudah dipotongin untuk hal-hal negara, selesai.
Saya berikan perbandingan, kita bekerja bergaji dalam setiap bulan kemudian setiap bulan kita berdiskusi dengan keluarga untuk bicarakan uang kita pakai apa. Pasti setiap bulan usulannya
macam-macam, yang satu pengen naik Air Asia ke Singapura, yang satu pengen ini, yang satu pengen ini. Tapi kalau kepala keluarganya otoriter, “Nih pokoknya Bapak ga mau tau, kita tahun ini harus punya rumah, kita tahun ini harus punya ini, ini sisanya terserah”, ya sudah saja begitu. Diskusikan ga ada masalah. Kalau ribut malah jadi masalah.
Nah inilah orientasi yang harus dibangun. Yang kedua adalah kalau nyusun anggaran saya selalu menyampaikan anggaran dalam posisi defisit. Jadi ketika dikirim ke DPR, berapa target pendapatan DPR kita, targetnya 1,6 triliun. Pasti saya ngirim ke DPR 1,2 triliun. Begitu saya ngirim 1,2 triliun tender claw bahwa ada 400 miliar yang tidak mungkin tercapai, karena 400 miliar tidak tercapai mereka tidak usul apapun.
Kenapa? Karena 400 miliar yang belum tercapai itu harus dipikirkan sehingga balik kepada saya. Karena balik kepada saya, ya sesuai dengan apa yang saya inginkan. ini yang harus dilakukan.
Kalau dikirim di sana dalam posisi masih ada potensi negara, di daerah ada tambang pendapatan, ya sudah ambil dibagi lagi oleh mereka. Jadi indonesia itu dalam demokrasi pembicaraan secara bersama. Bayangkan kalau rapat
ada seribu orang yang ngomong tentu tidak akan tercapai hasilnya, apalagi ada uang didemokrasikan, setiap orang berlaku menentukan sikap uang itu. Bayangkan kalau keluarga demokratis lalu setiap bulan melakukan diskusi uang gaji itu dipakai untuk apa, saya yakin tidak akan terjadi apapun dalam keluarga itu.
Nah inilah prinsip-prinsip pendapatan. Jadi aspek yang utama dalam sistem pengelolaan keuangan itu adalah bukan hanya persoalan pendapatan tetapi bagaimana juga persoalan belanja. ini harus menjadi sudut pandang utama. Kas pendapatan ini adalah tipklup dari sebuah pembangunan.
Tiga hal yang harus menjadi fokus berikutnya yaitu aukiup, aukam dan genetik. Itu sudah bukan wewenangku saja tetapi wewenang para penyelenggara negara. Alangkah sedihnya kantor pajak atau dirjen pajak yang mengumpulkannya uang sebanyak-banyaknya, tapi setelah kumpul, orang banjir pakai tenda ngga dapat makan, daerah sana kehujanan, sebelah sini jalannya pecah-pecah, sebelah sana masalah lagi. Ada uang yang sudah dikumpul-kumpul tapi uangnya tidak memiliki manfaat apapun.
Alangkah sedihnya sebagai kepala keluarga yang setiap hari
bekerja keras mengumpulkan uang setiap bulan tapi ternyata tidak memiliki manfaat apapun bagi keluarganya. Saya punya keyakinan membayar pajak itu berpahala di mata Allah SWT karena esensinya sama, membangun kesejahteraan masyarakat.
Andaikata masyarakat belum sejahtera, andaikata orang yang menyelenggarakan keuangan negara belum bisa membelanjakan uang pajak maka inget yang bayar pajak. Dosanya bukan yang bayar tapi dosanya yang tidak bayar.
Mudah-mudahan badan anggaran DPR RI, provinsi, kabupaten semuanya dibukakan pintu hati mereka bahwa yang dibicarakan setiap harinya itu adalah uang yang disetorkan oleh masyarakat. Rakyat berharap Indonesia ingin segera beruhah, ingin lebih baik, ingin lebih maju, ingin berdiri tegas sejajar dengan negara-negara lain.
Dengan meningkatnya pajak maka tidak akan ada lagi rakyat miskin yang tidak makan. Rencana saya di 2015-2016 yaitu tidak ada lagi pembagian beras rakyat miskin. ini gak bener, rakyat sudah miskin kok dikasih beras raskin. Seharusnya dikasih beras yang berkualitas.
Karena urusan itu ada undang-undang baru tentang
pemerintahan. Pemerintahan itu mendapat alokasinya minimal 1,4 miliar. Kalau ditambah kabupaten 300 juta dan provinsi 1 juta maka per desa itu anggarannya jadi 1,5 miliar.
Saya punya keyakinan kalau para kepada desa bisa mengelola dengan baik maka tidak akan pemah ada lagi rakyat miskin, tidak akan pernah ada lagi orang yang pergi ke rumah sakit dipikul tanpa memakai ambulan dan dianggurkan. Uang 1,5 miliar itu sangat cukup untuk belanja kebutuhan desa.
Disampaikan dalam
Pembukaan sosialisasi peraturan pajak
di Bale Citra Resmi, Purwakarta, 28 Januari 2014
#inspirasikangdedi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar