Loyalitas dari seorang sahabat untuk membuat,menampung opini, menyebarkan berita, video, slogan maupun propaganda semata mata untuk : MENGANTARKAN H.DEDI MULYADI,SH.(DANGIANG KI SUNDA) BERKANTOR DI GEDUNG SATE
Senin, 28 November 2016
PENCIPTA KONSEP PENDIDIKAN BERKARAKTER DEDI MULYADI : UN DIHAPUS BUDI PEKERTI JADI STANDAR KELULUSAN
Purwakarta (ANTARA News) - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menyatakan budi pekerti dan keahlian siswa layak menjadi standar kelulusan menyusul akan dihapusnya Ujian Nasional (UN) oleh pemerintah.
"Jika Ujian Nasional dihapus, harus tetap ada standar kelulusan siswa. Budi pekerti dan keahlian siswa bisa menjadi standar kelulusan siswa," katanya, di Purwakarta, Senin.
Dengan begitu, jika seorang siswa budi pekertinya jelek maka siswa tersebut bisa tidak diluluskan.
Ia mengatakan, rencana pemerintah menghapus Ujian Nasional cukup bagus dan strategis untuk mengembangkan bidang pendidikan yang berkonsep pendidikan berkarakter.
"Tapi memang ada hal-hal yang harus diperhatikan sebelum Ujian Nasional," kata Dedi.
Di antaranya ialah membuat formulasi peningkatan kualifikasi guru agar metodelogi mengajar bisa lebih berkembang. Sehingga penilaian guru terhadap anak didiknya itu nilai-nilai aplikatif dari sebuah pelajaran.
"Problem pendidikan saat ini, guru kurang kreatif. Itu terjadi karena guru selalu dibebankan administrasi, seperti kenaikan pangkat, laporan administrasi ke pihak sekolah, dan lain-lain," katanya.
Hal lainnya yang perlu diperhatikan ialah melakukan penyederhanaan kurikulum serta menetapkan standar kelulusan siswa.
Sedangkan berkaitan dengan standar kelulusan, itu bisa dilakukan dengan mengacu budi pekerti dan keahlian.
Bupati menyatakan, untuk sekolah-sekolah di desa-desa sekitar Purwakarta kini telah diterapkan pendidikan aplikatif. Termasuk metodelogi pengajaran yang aplikatif, itu telah diterapkan di Purwakarta.
"Pendidikan aplikatif sudah diterapkan dengan konsep pendidikan berkarakter," kata dia.-Editor: Ida Nurcahyani
Bupati Purwakarta: Kalaupun UN Dihapus, Harus Tetap Ada Lulus dan Tidak Lulus
PURWAKARTA,TRIBUNJABAR.CO.ID - Dikotomi lulus dan tidak lulus bagi pelajar harus tetap diberlakukan jika sistem UJian Nasional (UN) jadi dihapus pemerintah. Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menilai pendidikan yang dijalani pelajar harus punya standar kualitas.
"Kalaupun UN dihapus, harus tetap ada lulus dan tidak lulus karena perlu standarisasi kualitas," ujar Dedi di Purwakarta, Senin (28/11).
Hanya saja, sistem standirasasi UN kata dia harus diubah, tidak lagi pada ujian mata pelajaran tertentu yang ditentukan seberapa besar nilai yang didapat.
"Standar kelulusannya minimal harus berdasarkan pada budi pekerti dan keahlian. Jika budi pekertinya jelek lalu pelajar selama sekolah tidak memiliki satu keahlian di bidang apapun ya enggak lulus," ujarnya.
Lantas, apakah kondisi itu tidak membuat tragis, kelulusan hanya ditentukan pada keahlian pelajar?
"Ya enggak tragis, justru bagus, daripada pelajar tidak punya keahlian apapun, anda mau anak anda sekolah bertahun-tahun tidak punya keahlian, tidak punya karakter," ujarnya.
Selama ini, sejumlah sekolah di Purwakarta memberlakukan pendidikan aplikatif seperti bercocok tanam di sawah-sawah dan berkebun di sekolah.
Hanya saja, itu perlu tantangan tersendiri karena mengharuskan kehadiran guru-guru berkualitas yang mampu mengarahkan bakat dan keahlian pelajar.
"Pembenahan guru harus dirombak. Guru tak boleh dibebani administratif, tapi harus lebih fokus jadi pengarah bakat dan keahlian pelajar," ujarnya.
Contoh kecil konsep pendidikan aplikatif yang sudah dilakukan di Purwakarta yakni tim sepak bola ASAD (Asli Sepakbola Anak Desa) 313 Purwakarta. Pemkab Purwakarta rata-rata dalam setahun menganggarkan Rp 1.5 miliar untuk mereka sejak 2013.
"Mereka satu tim belajar di SMP Negeri 6 Purwakarta, mereka fokus belajar sepak bola, bahasa Inggris dan baca tulis Al Quran (BTQ)," ujar Purwanto selaku Sekretaris Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Purwakarta.
Alhasil, ASAD 313 berhasil mewakili Indonesia dalam ajang Piala Danone 2014 di Brazil. Tidak hanya itu, dua pemain mereka Ahludz Dzikri Fikri (14 tahun) dan Hamsa Medari Lestaluhu (14 tahun) mendapat kesempatan berlatih bersama klub Inggris, Queen Park Rangers (QPR). Keduanya mengikuti coaching clinic bersama akademi QPR di Lapangan Football Plus, Bandung Barat, Sabtu 26 November 2016.
"Itu salah satu contoh pendidikan aplikatif yang mulai berjalan di Purwakarta. Lainnya, kami fokuskan agar para pelajar menguasai ilmu pertanian," ujarnya. (men)
Kang Dedi Dukung Penuh Penghapusan UN
INILAH, Purwakarta - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, sangat mendukung rencana penghapusan Ujian Nasional (UN) oleh pemerintah pusat. Apalagi, menurutnya, UN sangat tidak sejalan dengan amanat peraturan perundang-undangan mengenai Wajib Belajar Pendidikan Dasar sembilan tahun.
“Sejak lama, saya sangat tidak setuju dengan adanya UN. Apalagi yang diberlakukan bagi siswa SD. Karena, beban para siswa akan semakin berat saat menghadapi UN,” ujar Dedi kepada INILAH, Senin (28/11/2016).
Dedi menjelaskan, seharusnya ketika pemerintah menggulirkan Wajardikdas Sembilan Tahun, tidak ada penyekatan antara SD dan SMP. Dalam arti, setelah peserta didik tamat mengikuti pendidikan di SD selama enam tahun tidak lantas harus ujian kelulusan, dan ujian masuk SMP.
Dengan kata lain, sambung dia, jika merujuk pada wajib belajar sembilan tahun, sudah seharusnya siswa tidak boleh mengikuti ujian kelulusan. Maksudnya, ketika dia kelas enam SD maka untuk melanjutkan ke tingkat selanjutnya tak perlu UN, langsung saja mendaftar ke kelas satu SMP.
Jadi, kata dia, para siswa ini cukup tinggal mengikuti ujian evaluasi sekolah untuk selanjutnya mereka naik ke kelas tujuh. Begitu selanjutnya. Sampai dia bisa lulus kelas sembilan tingkat SLTP.
“Jadi, cukup saja peralihan dari SD ke SMP dengan pola naik kelas. Mengingat, antara SD dan SMP menjadi satu paket sembilan tahun pendidikan dasar, dan Negara wajib memberikan fasilitas pendidikan seperti itu ketika diamanatkan oleh konstitusi,” tegas dia.
Menurutnya, UN hanya perlu diadakan bagi siswa tingkat SLTA. Itupun, sebaiknya menjadi standarisasi pendaftaran masuk ke perguruan tinggi. Supaya, banyak siswa yang bisa mengenyam pendidikan di jenjang lebih tinggi.
“Kondisi saat ini serba sulit. Terutama bagi para siswa. Mereka, harus belajar enam tahun di SD. Setelah itu, mengikuti ujian. Gagal dalam ujian itu, maka dia tak bisa melanjutkan ke SLTP. Begitu juga dari SLTP ke SLTA, prosesnya jauh lebih sulit. Kasihan anak-anak kita. Mereka ingin lanjut sekolah, tapi prosedurnya sangat sulit,” ujar Dedi.
Dedi pun menambahkan, jika pemerintah ingin dunia pendidikan maju, maka bebaskan kebijakan yang sifatnya prosedural. Seperti UN. Sudah seharusnya UN dihapuskan. Karena, UN menggunakan standarisasi yang bersifat umum. Padahal, setiap daerah memiliki standar yang berbeda.
Namun demikian, Dedi menjelaskan, dengan dihapusnya UN ini maka harus ada formulasi khusus untuk standarisasi kelulusan siswa. Dedi mengusulkan, syarat kelulusan siswa bisa disederhanakan. Yaitu, hanya dua. Pertama siswa tersebut, bagus budi pekertinya. Kedua, memiliki keterampilan.
Misalkan, terampil beternak, menanam padi atau palawija, melukis, ahli di bidang mesin, dan lainnya. Mereka yang memiliki keahlian ini, layak lulus dari sekolah tersebut. Selain itu, pelajar yang budi pekertinya bagus juga layak lulus. [ito]
#inspirasikangdedi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar