expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 21 Oktober 2016

MAK ENI LUMPUH SELAMA 20 TAHUN, INI REAKSI BUPATI PURWAKARTA H.DEDI MULYADI,SH.



 Liputan6.com, Bekasi - Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi , yang juga Ketua DPD Golkar Jabar, menghadiri perayaan hari jadi Partai Golkar ke-52 di Desa Sumberreja, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi. Acara digelar secara sederhana berupa syukuran bersama warga yang diakhiri dengan potong tumpeng dan makan bersama.
Usai menggelar syukuran pada Kamis, 20 Oktober 2016 kemarin, Dedi Mulyadi secara spontan berkeliling ke permukiman warga. Saat berjalan dia dihampiri seorang warga yang diketahui bernama Emi (60). Ia menyampaikan isi hati mengenai kondisi adiknya yang mengalami kelumpuhan dan berpuluh-puluh tahun terbujur kaku.
Mendengar itu, Dedi beranjak ke rumah warga tersebut yang berada di Desa Sumbereja, RT 2, RW 1, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi. Di tempat itu terdapat adik Emi bernama Eni (54) berbaring di sebuah dipan di bagian belakang rumah semi permanen yang juga digunakan sebagai dapur.
"Adi abdi, pak, ieu tos puluhan tahun teu damang kieu. (Ini adik saya, Pak. Sudah puluhan tahun sakit seperti ini)," jelas Emi.
Eni tidak memiliki suami dan anak. Sebab, semenjak kelumpuhan itu dia belum pernah menikah. Sehari-hari pascakelumpuhan dia selalu tergantung pada sang kakak yang hingga saat ini setia merawatnya.
Emi mengatakan, pada awalnya Eni tidur di kamar yang berada di bagian tengah rumah. Namun semenjak sakit dan bertahun-tahun setelahnya tak kunjung sembuh, Eni pun meminta dipindahkan ke bagian belakang rumah yang juga berfungsi sebagai dapur. Dia beralasan tidak mau membebani sang kakak yang sudah berkeluarga dengan kondisinya seperti itu.
Kelumpuhan Eni sendiri sebenarnya sudah terdeteksi saat usianya memasuki 20 tahunan. Puncaknya pada usia 30 tahun, dia mengalami kelumpuhan total dari bagian badan, tangan, pinggul, hingga kaki. Sejak saat itu pun kelangsungan hidupnya dihabiskan di atas tempat tidur.
"Ti awal aya tanda-tanda ge hoyong mah ka dokter. Tapi da teu aya biaya, kangge makan oge sesah. Da saya sareng suami ukur buruh gebot. (Dari awal ada tanda-tanda juga pingin ke dokter. Tapi tidak ada biaya, buat makan juga susah. Karena saya sama suami hanya buruh rontok padi)," ujarnya.
Mendengar itu, Dedi pun sempat membujuk Eni untuk pindah ke salah satu kamar yang berada di bagian tengah rumah. Namun dengan senyuman Eni menolak tawaran Dedi dengan alasan di masa tuanya itu tak mau menyusahkan sang kakak yang telah berkeluarga.
Dengan mata berkaca akhirnya Dedi berinisiatif untuk membelikan kasur baru yang lebih layak untuk Eni. Selain itu dia pun memberikan bantuan berupa biaya hidup sehari-hari untuk Eni hingga akhir hayatnya kelak.
"Bantuan ini adalah kado teristimewa untuk Mak Eni dalam HUT Golkar ke-52. Mak Eni berusaha tegar dengan selalu senyum dan tidak mau menyusahkan keluarganya. Saya lihat kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk berobat, kalau pun sehat prosesnya sangat panjang. Sehingga saya beri bantuan untuk keluarganya hingga akhir hayat Mak Eni," kata Dedi.
Selain memberi bantuan pada Mak Eni, dalam HUT Golkar ke-52 itu pun Dedi memberikan "kado" untuk seorang anak yatim yang hidup dengan ibunya berusia senja dalam kondisi buta dan pada enam keluarga berjumlah 16 orang yang bermukim dalam satu atap di sebuah rumah semipermanen.
#inspirasikangdedi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar