RASA, ada yang tak boleh hilang dengan ini.
Tidak karna terjebak romansa nuansa,.
tapi sejatinya adalah hal yang sangat prinsipil
akan sebuah pilihan,
pilihan atas konstruksi “kapital” dan konstruksi “sosial”.
Biar pundi ku tak berisi penuh selama “rasa” menjadi bagiannya,
lebih indah dibanding pundi terisi penuh tapi tak tercecap “rasa”.
Puisi diatas seperti gambaran kecil kehidupan seorang Dedi Mulyadi, apa yang dilakukannya bukanlah pencitraan karena
seperti inilah karakter seorang Dedi Mulyadi, ketika dilihatnya ada yang
kurang pas selalu merespon dengan cepat entah sedang berada dimana atau
sedang bersama siapa, hidupnya dijalaninya seperti hanya untuk mengabdi
kepada sesama.
Sulit mencari perbandingan untuk seorang Dedi
Mulyadi itu, dalam hal tolong menolong terhadap sesama, falsafah
kehidupan orang Sunda silih asah, silih asih, silih asuh, tukang
tutulung kanu keur butuh, tukang
tatalang kanu keur susah, tukang nganteur kanu keur siuen dan tukang
nyaangan kanu keur poekkeun benar benar menjadi jalan hidupnya,
bayangkan tercatata sudah 3 (tiga) orang yang pingsan setelah menerima
bantuan Kang Dedi, kita juga masih ingat belum lama ini kalau bukan
uluran Kang Dedi bayi kembar siam asal Sumedang Devina Devani yang biaya
operasi pemisahannya mencapai 500 juta tidak mungkin dapat terlaksana.
Sebenarnya kenapa saya sebut ini bukan pencitraan, karena semua yang
suka ditulis media itu tidak seberapa dari uluran Kang Dedi kepada
sesama yang tidak diberitakan, saya pribadipun pernah mengalami hal ini.
Kebaikan Kang Dedi Mulyadi yang tidak di tulis media itu bahkan sangat
mencengangkan, hanya pribadi yang dibantunya saja yang tahu dan mungkin
orang orang terdekat Kang Dedi, jika tidak percaya silahkan datang ke
Purwakarta tanyakan kepada orang orang yang sekiranya dekat dengan
beliau.
Lihat saja perlakuan Kang Dedi hari ini, ketika beliau
membantu Pak Abdul Gani warga Surabaya yang hendak pulang ke Lampung
dengan berjalan kaki dan menaikkan keluarganya ke Gerobak, tentu
sepanjang perjalan banyak orang yang melihat pemandangan mengenaskan
ini, apa ada yang peduli?
Lihat saja saja bagaimana Kang Dedi
Mulyadi memperlakukan anak istri Pak Goni mereka dijamu, tidur di rumah
dinas bupati, dibelikan pakaian layak dan diberi modal usaha, kira kira
ada orang yang super baik seperti Kang Dedi Mulyadi, sepanjang saya
hidup belum ada orang yang memiliki jiwa sinterklas atau sang pendekar
kebaikan, karena inilah Kang Dedi dan julukan inipun menurut saya belum
sepadan jika diukur dari semua kebaikannya kepada sesama selama ini.
(DKS)
#inspirasikangdedi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar