expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 09 Desember 2016

Buku :KANG DEDI MENYAPA JILID 2 Bab 27 : HAPUS TRADISI POLITIK LAMA

"Referensi untuk para politisi dan aktivis"
Berbicara soal pemilu, dulu pemilu selalu terkait keributan, bicara pengerahan massa, bicara kornflik horisontal, bicara ketegangan, bicara pertikaian, bicara perpecahan, bicara mertua dan menantu tidak saling menyapa karena beda partai, Terjadi perebutan organisasi-organisasi yang berambisi politik. Nah hari ini pemilu adalah soal bagi-bagi. Tidak ada lagi pembicaraan ideologi politik, tidak ada pertikaian partai politik, tidak ada ketegangan politik. Yang ada adalah sawer menyawer di berbagai tempat. Hari ini terima dari calon A, besok menerima dan calon B, besoknya terima dan calon C, urusan milih kumaha engke wae, da manehna ngabohong. Masyarakat memanfaatkan momentum itu dengan baik sehingga siapapun yang datang akan diterima. Partai politik tidak lagi mengindentifikasikan diri sebagai kekuatan ideologi. Tidak ada orang yang sosialis, tidak ada orang yang rohanis, tidak ada orang yang Pancasilais, semua sama. Siapa yang paling popular itu yang dicalonkan. Maka terjadilah politik popularitas. Di balik itu masyarakat masih punya harapan. Saya katakan salah satu kelemahan dalam sistem Pancasila ini adalah ketika Pancasila diletakkan sebagai kerangka ideologi bangsa, tetapi tidak ditafsirkan dalam fikih bangsa. Maka seluruh relung kehidupan Indonesia tidak diatur oleh Pancasila sebagai ideologi tapi diatur oleh undang-undang, oleh aturan pemerintah, oleh Peraturan pemerintah pengganti undang undang, oleh perpres, oleh kepmen, oleh surat edaran menteri, peraturan daerah, oleh peraturan bupati. Pancasila tidak diterjemahkan dalam seluruh ruh kebangsaan. Ketika bicara ketuhanan yang maha esa, di mana fikih ketuhanan? Ketika bicara kemanusiaan, mana fikih kemanusiaannya? Ketika bicara persatuan mana fikih. persatuan? Bagaimana hukumnya orang yang menegakkan persatuan dan bagaimana hukumannya orang yang melanggar persatuan? Yang baru diterjemahkannya itu hanya kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan karena ini menyangkut hajat hidupnya anggota DPR. ini menjadi sorotan dibanding sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Nah karena ini menjadi orientasi maka sampai kapanpun pemilu tidak lagi menjadi sebagai agenda keadilan. Saya pernah menyampaikan kepada pertemuan BEM se-Indonesia bahwa yang dilakukan mahasiswa hari ini harusnya tidak lagi bicara menekan pada satu partai tapi harus berpihak pada rakyat. Yang perlu dilakukan adalah perubahan konstitusi di negeri ini agar melakukan keberpihakan pada rakyat. perlu melakukan penekanan pada pengambil keputusan untuk membuat undang-undang kesejahteraan publik yang mengatur hak-hak untuk hidup di Indonesia dengan layak dan damai. Orang Papua misalnya tidak punya akses dan akses itu hanya dinikmati oleh para elit, oleh politik negara-negara, penyelenggara pemerintahan eksekutif, legislatif. Yang harus dilakukan adalah undang-undang perlindungan rakyat Papua, berapa hak setiap individu terhadap kekayaan yang ada di Papua, berapa yang harus diterima oleh mereka dalam setiap bulan dalam bentuk perlindungan pendidikan, perlindungan kesehatan, perlindungan infrastruktur, jaminan hari tua. Kalau ini semua terjadi maka transaksional politik tidak pernah ada. Transaksional politik terjadi karena kelernahan undang-undang, karena orang menawarkan kemakmuran dan kebijakan. Kalau landasan karena kebijakan, inilah demokrasi feodal. Demokrasi itu esensinya adalah kesejahteraan publik dan esensi demokrasi itu ada pada sistem nilai, pada sistem kenegaraan. Kalau demokrasi meletakkan pada individu individu pengambil kebijakan, apalagi masuk dalam ramalan ingin agar hadirnya ratu adil, bukan demokrasi tetapi feodal, teokrasi. Rakyat diberikan harapan datangnya orang adil. Oke kita dapat presiden adil tapi berapa umurnya? Paling lama 10 tahun umurnya. Setelah itu siapa yang jamin adil untuk presiden berikutnya. Yang harus kita lakukan adalah bukan ratu adil tetapi konstitusi yang adil. Kalau konstitusi yang adil siapapun presidennya pasti tunduk pada konstitusi. Ketika anggota parlemen menyusun anggarannya maka dia tunduk pada konstitusi, soal anggarannya tinggal dimasukkan ke dalam sistem. ini untuk bayar utang, ini untuk pendidikan, ini untuk kesehatan, ini untuk pelayanan publik. Ketika dikit-dikit tidak diatur dalam undang-undang maka menyusunnya berdasarkan keinginannya. Tidak mungkin Negara diletakkan pada keinginan keinginan. Apalagi kalau misalnya demokrasi diletakkan pada ramalan Jayabaya, notonegoro. Urang Sunda teu kebagian an no, to, no, go, ro. Orang hari ini berkata kumaha engke lamun bupati geus eureun, kumaha ieu Purwakarta. Saya senyum saja, bagi saya ngga penting siapa pengganti, karena di 2015 akan saya buat peraturan daerah tentang kesejahteraan publik. Saya akan bikin standar rakyat Purwakarta pendidikannya harus begini, infrastrukturnya harus begini, bangunan masyarakatnya harus begini, saya akan buat rinci bupati ke depannya harus tunduk pada itu. Ketika bupati melanggar itu maka bupati akan masuk dalam pasal, maka dia akan jatuh jabatannya gara-gara berbohong. Nanti ada gubernur jatuh gara gara ada rakyatnya tidak makan,. ada presiden jatuh dari jabatannya karena ada rakyatnya masuk rumah sakit dan gara-gara tidak diobati. Itulah demokrasi berlandasan konstitusi, jatuh bukan karena politik tetapi jatuh karena konstitusi. Diatur bahwa Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan segenap tumpah darahnya. Tetapi kalau Negara diletakkan pada kepentingan yang dilakukan oleh anggota DPR sekian-sekian persen, maka kita meletakkan Negara itu pada kepentingan partai politik. Negara itu tidak boleh diatur oleh partai politik, Negara itu harus diatur oleh konstitusi dan konstitusi harus berpihak pada kepentingan publik secara luas. Kalau mahasiswa Indonesia cerdas, tidak lagi rezim dijatuhkan oleh siapa tetapi bicara neger ini harus segera dipayungi oleh konstitusi yang mengatur seluruh rakyat Indonesia. Dan anggaran APBN saja, kalau seluruh pendapatan kabupaten disatukan maka mampu membayar hutang. luar negeri selama 5 tahun lunas dan mampu membiayai seluruh rakyat Indonesia kuliah di perguruan tinggi gratis. Bukan malah membicarakan rezim, nanti presidennya sopo, presidennya engke saha. Aduh.. itu Negara kerajaan bukan Negara demokrasi. Nah kalau sudah seperti itu maka ada kemapanan konstitusi, maka tidak akan laku lagi menawarkan sesuatu ke masyarakat. Mau nawari mi instan ya ngga akan laku, karena rakyatnya diatur oleh undang undang mendapat makan perhari sekian. Mau nawarin pengobatan gratis ya ngga bakal laku lagi da rumah sakit sudah gratis. Nawarin pendidikan, lha pendidikannya sudah gratis, nawarin infrastruktur lha infrastrukturna sudah dijamin oleh undang-undang. Sehingga yang dilakukan calon anggota parlemen bukan menawarkan A,B,C,D tapi perdebatan penguatan misi Negara. Tidak ada juga pemaksaan konstitusi, bahwa partai harus mencalonkan 30% perempuan. Ya kan partai tidak semua mempunyai kadar perempuan, sehingga ada perempuan dari club malam jadi anggota dewan, calon anggota. Itu kan kesalahan dari kaum gender dalam .mengidentifikasi, bahwa peran koruptor seolah-olah ada di DPR, ngga di situ. Karena setiap perempuan yang di dapur rumah tangga itu dia berperan. Saya katakan, ibu kita ini terhebat di dunia, Di mana terhebatnya? Saya pernah pergi ke perkebunan di Garut, pendapatannya hanya 400 ribu rupiah, anaknya 3. Bayangin 400 ribu rupiah, beras beli, listrik bayar, anaknya harus sekolah. Profesor coba manfaatin uang 400 ribu hidupi 3 anak sekolah, bayar listrik, beli beras, beli ikan asin coba bisa ngga? Ngga bisa, kalah sama ibu kita yang ngga sekolah. Kalau begitu mereka perempuan yang memiliki peran emansip atik. Persoalannya hari ini adalah Negara tidak memberikan penghormatan pada mereka. Karena itu sudah saatnya Negara memberikan penghormatan pada kaum ibu sehingga saya hari ini mengambil kebijakan anak Purwakarta kalau jajan saya denda 5 juta. Jadi, hari ini anak Purwakarta tidak jajan. Karena apa? Karena saya ingin meringankan beban kaum ibu dan supaya anak dibiasakan untuk menabung karena ini adalah untuk masa depan. Di provinsi banyak pakar pinter tapi ngga bisa nyusun APBD dengan baik, di kabupaten ngga bisa nyusun dengan baik juga. Berarti negeri ini tidak bisa diletakkan pada pikiran. Yang bisa ngerombak itu kalau diletakkan pada hati karena hati yang bisa mengatakan cukup atau tidak cukup, karena ini yang menjadi kekuatannya. Sehingga dalam kebudayaan Sunda, Tulisan dan pemimpin itu bersenyawa, teologinya sama. Kata orang Sunda congo nyurup kana puhu. Pupuhu itu yang paling dituakan, yang paling bawah, congo itu masyarakat, sehingga teorinya teori bambu. Kalau teori pupuhu, ketika ada ular dipukulnya sama pupuhu, ketika mobil mundur diganjelnya sama pupuhu, ketika ngadepin maling yang ngadepin pupuhu. Indonesia dengan Sunda itu di situ bedanya. Orang Sunda nyebutkeun dahan awi sarengse, orang Indonesia mah cabang, dahan teu bisaeun. Indonesia itu bukan bahasa tauhid karena sulit berdoa dengan bahasa Indonesia, Tuhan aja cuma satu yaitu Tuhan yang Maha Esa, orang Sunda mah loba yang murbeng alam, Gusti sing maha suci, Pangeran maha kuasa, Sunan Ambu. Nah karena dimanjakan menjadi bahasa persatuan sehingga dinyatakan paling hebat. Padahal kastanya itu paling rendah dalam kasta bahasa. Ketika itu menjadi kekuatan sehingga pemimpin dengan rakyat itu menjadi satu persatuan yang utuh, congo nyurup kana puhu. Pemimpin itu harus kasurupan, oleh siapa pemimpin kasurupan, oleh rakyatnya. Dia harus kesurupan oleh rakyatnya yang lapar, dia harus kesurupan oleh rakyatnya yang sakit, dia harus kesurupan oleh rakyatnya yang menderita. Kalau sudah nyurup berarti ada energi, kalau sudah ada energi berarti ada gelombang di situ, ada hubungan emosional yang kuat, ada kekerabatan, ada persaudaraan, ada kesatuan. Maka kalimat kesatuan disebut ‘sa’, itu kalimat tauhid maka kalimat ‘sa’ itu kalimat persenyawaan, disebutnya sarende, saigel, sabobot, ka cai jadi saleuwi. Gerakan pemimpin dengan gerakan rakyat itu sama, sebobot, maka ka cai jadi salewi salueweungna, dia bersatu dengan leuwina. Ketika di darat maka dia salebak maka dia bersenyawa dengan tanahnya maka dilahirkannya tatapaan. Maka dalam kaidah Siliwangi itu ada Tri tantu dibuana, ada Rama, ada Shinta. Rama itu komponen masyarakat terdidik, disebutnya adalah gurat lemah. Karena gurat lemah maka tugas rama itu mempertahankan tanah karea tanah itu simbol dan kejayaan, simbol kedaulatan. Maka ular yang ditakuti di Sunda itu ular tanah, ular sawah dan kemudian yang dipahingi itu ada 2 yaitu tidak boleh main tanah, Ketika dia tenggelam di air bersenyawa dengan boleh menebang kayu. Ada resi yaitu ada kelompok kelompok kaum spiritual, tidak boleh terintervensi oleh politik, tidak boleh terintervensi oleh Negara dan dijaga oleh prajurit agar ada orginalitas berfikir tentang bangsa, tidak berpihak pada manapun. Disebutnya gurat cai, tugasnya adalah memberikan rasa dingin kepada siapapun. Yang ketiga adalah prabu yang disebutnya gurat batu. Pertama adalah sifatnya harus keras tidak bisa di pengaruhi, yang kedua seluruh tulisannya harus menulis di atas batu yang tidak tehapus oleh sejarah. Kemudian telapak kakinya harus menelapak di batu sehingga menjadi kekuatan. Artinya kebijakan pemimpin itu harus bisa melawan arus sehingga arus berubah jadi energi. Dalam filosofi saya, pemimpin yang arif itu adalah pemimpin yang tidak terbawa oleh arus. Dia punya prinsip dalam kepemimpinannya. Yang paling baik kepemimpinannya itu membendung arus menjadi kekuatan energi, kekuatan perubahan. Kemudian yang terakhir sebuah sistem itu adalah penyimpanan untuk masa depan bukan untuk eksploitasi. Negara yang baik itu adalah Negara yang tidak melakukan penambangan. Amerika itu tidak melakukan penambangan, China tidak melakukan penambangan, China lebih baik menamban pasir di Tasik, Cilacap dibanding menambang pasir di kampungnya sendiri. Saya punya sebuah analis setiap daerah penambangan selalu melahirkan 3 hal, yaitu premanisme, kemiskinan dan rasa malas. Ada truk lewat, dia duduk diem saja sudah dapat uang 500 ribu per lewat dan seluruh lingkungannya menjadi miskin. Kemudian kita lihat bagaimana Negara lain melakukan ekspansi. Perang itu ditimbulkan karena penambangan, perebutan minyak dan sejenisnya. Peperangan itu timbul karena sengketa itu.Nah menyimpan sesuatu itu harus pada tempat yang tertutup, yang ke depan itu harus ditutup. Sebenernya sumber-sumber di Indonesia ini ditutup dulu jangan dibuka, kalau langsung dibuka nanti habis. Saya katakana kalau menjadi perempuan cantik maka tidak perlu menjadi PSK Perempuan cantik itu dengan- senyumannya saja bisa jadi bintang iklan pasta gigi. Kalau sudah jadi PSK, secantik apapun akan tidak punya harga. Negeri yang dipampang itu begitu, dihargai waktu pertama saja, tapi saat sudah ditambang dan sudah hancur ditinggalin di mana-mana. Demokrasi ketuhanan, kebudayaan, apapun sistemnya itu tergantung pada keterbukaan hati manusia. Tidak mungkin suatu sistem diberikan kepada orang-orang yang tidak punya keterbukaan dada, keterbukaan hati. Demokrasi dalam kebudayaan itu hal yang biasa dari dulu kita sudah mengenal demokrasi. Dalam kebudayaan Sunda itu pemimpin diberikan persyaratan, kudu weruh sadurung winarah, bisa napak sancang, bisa napak mega, bisa ngurus bumi. Weruh sedurung winarah itu harus memahami seluruh pengetahuan sehingga pemimpin itu tidak boleh pakai gelar, kalau Dedi Mulyadi sarjana hukum artinya saya membuat spesifikasi diri saya itu pada persoalan hukum, padahal saya kan harus paham kedokteran, paham arsitektur, paham puisi, paham karya sastra lagu, paham pertanian, paham peternakan, paham kelautan, paham perikanan. Ketika saya membuat identifikasi sarjana hukum maka saya sudah membuat spesifikasi tidak cocok menjadi pemimpin. Dia harus mengetahui seluruh alam makro dan mikro, harus bisa masuk dan di bawah bumi, dia harus mengerti isi bumi ini dia harus mengerti kebutuhan rakyat ini baik yang terlihat maupun tidak terlihat. Yang kedua adalah dia harus napak sancang atau harus berjalan di atas air, di atas seluruh kepentingan. Ketika dia harus napak mega maka dia harus bisa melihat masa depan bangsa dan rakyatnya, bukan hanya untuk kepentingan hari ini. Artinya hari ini harus bisa menguasai teknologi informasi dan komunikasi yang bisa jauh mencakup ke depan. Dunia pewayangan itu sangat menarik, betapa tidak? Orang orang yang merumuskan wayang sudah tahu masa depan. Misalnya di cerita Jabang Tutuka, anaknya Bima yang namanya Werkudara direndam ke bara api, digodog di kawah tanpa luka. Bukankah itu sistem persenjataan karena senjata itu terbuat dari besi? Kemudian dia bisa terbang, bukankah itu sistem pesawat? Kemudian dia punya ilmu yang namanya susumbing yang bisa mendengar keadaan di bumi, bukankah itu teknologi pesawat tempur di Amerika yang dengan satelitnya bisa mendengar seluruh yang ada di bumi? Kemudian dia punya kemampuan lainnya. Inikan bukti dulu sudah diajarkan yang namanya demokrasi, bagaimana memahami politik, kemudian dibuat sistem yang sangat memadai. Kalau ingin menjadi pemimpin maka diceritakalah Darma Kusuma yang kalah main dadu. Kenapa kalah? karena sangat jujur dan sangat taat pada gurunya padahal dia tidak menguasai dadu. Jadi pemimpin itu tidak cukup hanya jujur, pemimpin itu harus punya rasa curiga. Paling menarik dalam tradisi wayang itu adalah setiap orang yang akan jadi pemimpin harus bertapa dulu. Apakah hari ini calon legislatifnya ditapakan dulu atau tidak, dikawahcandradimukan dulu atau tidak. Kalau dulu mungkin melalui proses organisasi, latihan HMI dan lainnya, tapi haei ini banyak yang instan muncul secara tiba-tiba. Itu karena demokrasi terbuka yang lebih melekatkan pada partai kekerabatan, partai kekeluargaan dan partai saling kenal mengenal. Jadi jujur saja, aktivis mahasiswa tidak akan menang dalam pemilu. Mereka tidak punya akses kekerabatan dengan luas, tidak punya akses keuangan yang cukup, tidak punya akses mobilisasi. Yang akan menang pasti kerabat-kerabat mereka - berkuasa hari ini. Nah karena itu mahasiswa ingin memenangkan pertarungan politik maka bukan sistem demokrasinya tetapi ubah mindset undang-undang negaranya, Kalau negaranya sudah sejahtera undang-undangnya sudah mengatur, maka mahasiswa memenangkan petarungan politik. Kenapa? Karena nanti orang akan melandaskan pada kemampuan berfikir dan berbicara di atas forum sebagai bagian dari pengambilan keputusan. Terakhir, masyarakat kita secara umum itu masyarakat budaya, yang memilih bukan sekedar dan alat informasi televisi. Masyarakat budaya itu sudah berubah berdasarkan keyakinan dan kesetiaan. Jadi saya katakan, orang orang yang pendidikannya relatif rendah dan tinggal di pedesaan jauh lebih setia dalam politik dan memilihnya ikhlas dibanding orang-orang yang berpengetahuan cukup yang rata rata kepemilihannya tidak setia, berubah-ubah sesuai kondisi. Paling utama adalah orang orang yang menengah itu cenderung salah dalam memilih. Bukti dari salah memilihnya adalah yang dipilihnya pada tahun kemarin lalu dicaci-maki pada tahun ini. Dalam bahasa Rhoma Irama ‘kau yang mulai, kau yang mengakhiri’. ini kebudayaan kita yang harus dihapus dalam tradisi politik. Kita selalu menganggap hari kemarin jauh lebih baik daripada han ini. Ketika merdeka Indonesia, ngomong mending keneh jaman Belanda, di kebun teh gede gajina, sejahtera, sekarang mah jaman Bung Karno parasea waelah ka politik, itu .ngomong undan undang 1945. Ketika reformasi orang ngomong lagi mending jaman Bung Karno, jaman itu mah segala hese tapi teu boga hutang. Saya yakin 3 tahun ke depan orang Indonesia akan ngomong mendingan jaman pak SBY, pak SBY mah bageur, seuri wae jadi pak SBY. Orang Indonesia perilakunya itu harus segera diubah, itu kebudayaan buruk dalam berpolitik. Jadi orang Indonesia itu selalu bangga dengan masa lalu dan pesimis menghadapi masa depan. Saya katakan Indonesia ke depan seiring perubahan masyarakat akan lebih baik, kehidupan hari ini jauh lebih baik, hari ini orang bicara bebas, infrastruktur sudah lebih baik, pendidikan jauh lebih murah, hari ini rakyat bisa komplain terhadap bupati kalau pelayanannya jelek, tinggal kekurangan kekurangannya diperbaiki lagi. DISAMPAIKAN DALAM PIDATO PERSIAPAN PEMILU DI PURWAKARTA PADA 11 MARET 2014 #inspirasikangdedi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar