Loyalitas dari seorang sahabat untuk membuat,menampung opini, menyebarkan berita, video, slogan maupun propaganda semata mata untuk : MENGANTARKAN H.DEDI MULYADI,SH.(DANGIANG KI SUNDA) BERKANTOR DI GEDUNG SATE
Selasa, 06 Desember 2016
"Santai we da tos gaduh parahuna ieuh" BLAK BLAKAN KANG DEDI MULYADI SOAL POTENSI MAJU JADI CALON GUBERNUR JAWA BARAT
Merdeka.com - Bupati Purwakarta sekaligus Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi kerap memberikan bantuan sosial kepada masyarakat, mulai dari pengobatan hingga bedah rumah.
Hal ini pun mendapat respons positif dari masyarakat, akan tetapi ada juga yang mempertanyakan tujuan pria yang akrab disapa Kang Dedi ini mau membantu masyarakat.
Tak sedikit yang mengira bahwa niatan Kang Dedi itu ialah untuk mempersiapkan diri pencalonan sebagai calon Gubernur (Cagub) Jawa Barat periode mendatang.
Lalu apa kata Kang Dedi? Berikut jawabannya:
Anda kerap memberikan bantuan sosial kepada masyarakat di berbagai daerah di Jawa Barat, mulai dari pengobatan hingga bedah rumah. Banyak masyarakat yang menanyakan tujuan Anda?
Saya hidup seperti itu (saling membantu) bukan sekarang, sejak saya kecil. Saya sejak kecil empati saya kuat, kalau saya makan dan ada teman di sebelah, (misal) saya makan pakai ikan, itu saya kasihin.
Empati bukan karena politik, barangkali bisa iya. Tapi tidak dengan saya, saya tidak bisa melihat orang ditampar orang, (maka) saya bela. Saya suka berkelahi loh waktu SD, membela walaupun orangnya badannya besar. Nah itu terus.
Saya tidak suka membantu dicari polanya, misal harus menunggu tanggal, saya tidak begitu. Saya jalan aja (langsung membantu), seperti itu. Dalam diri saya tidak ada harus banyak duit, saya makan sederhana, anak saya dua. Kalau sudah pergi kadang tidak punya ongkos, jadi (karena) beri-beri saja, tanpa memperhitungkan.
Ada yang berkomentar ini ada niatan politik?
Kalau ngomong politik kan capek, kalau dapet suara kalau enggak? Ini kepuasan batin saya untuk bisa menolong orang, itu rekreasi saya paling tinggi.
Ada yang mengatakan Anda ingin jadi Cagub Jawa Barat?
Ya enggak masalah (orang berkomentar itu). Orang itu pasti punya cita-cita. Setiap orang pasti punya cita-cita. Anda hari ini wartawan, pengen kan jadi pemred, setelah jadi pemred ingin jadi pemilik perusahaannya. Yah setiap orang punya cita-cita, tinggal cita-cita itu enggak mesti kita umbar.
Sudah lah hidup ini berbuat saja. Saya dulu enggak ada rencana bupati, cuma ingin jadi anggota DPRD. Sekarang posisi saya ini sebagai ketua partai, saya harus nengok dong rakyat saya di berbagai tempat tetapi magnetnya itu nemu aja yang susah di mana-mana. Kalau orang di setting, saya enggak. Semua ketemu aja di jalan.
Misal di Garut, saya turun dari panggung kok ada orang mukanya pucat, saya tanya, saya lihat jarinya habis semua, di situ ya saya selesaikan. Saya urusin bayi kembar yang di Sumedang, masih saya urus. Orang Karawang susah cerita ke saya, orang Subang susah cerita ke saya.
Kepala daerah setempat tidak marah?
Enggak lah, kan teman semua.
Sebagai Ketua Partai di Jabar, Jabar merupakan salah satu wilayah yang heterogen, apa yang menjadi persoalan utama di Jabar?
Persoalannya anggaran negara tidak mengurus rakyat. Kalau mengurus mah selesai, pemimpinnya mengurusnya tidak total pada masyarakat dengan anggaran negaranya. Purwakarta bisa kok mengurus dengan 2,3 triliun rupiah, bisa gaji RT sejuta, yang miskin diurus, rumah sakit di-booking pemerintah, anak sekolah dijemput. Jabar 27 triliun, gampang banget. Inonesia kalau concern ngurus rakyat, lima tahun bisa tuntas.
Artinya pemimpin Jabar saat ini belum mengurus dengan baik?
Ngurusnya pekerjaan pemerintah, artinya terbatas pada normatif, tidak holistik lebih banyak program bukan penyelesaian kebutuhan. Kalau saya bukan program, penyelesaian kebutuhan.
Anda dikenal pemimpin yang plural, bagaimana dengan masalah intoleransi?
Toleransi itu sejak jaman dulu, orang sunda itu toleran. Nah sejak dahulu kan SD, guru saya Katolik, orang Flores, paling menarik dan galak. Nah tetapi, enggak pernah guru dikeroyok, dari dulu enggak ada problem. Teman sebangku saya Ahmadiyah, lalu Protestan. Enggak ada masalah. Intoleransi itu baru sekarang, setelah reformasi. Orang asli Indonesia tidak pernah berkonflik. Negara harus ada sikap tegas atas sikap intoleransi. Sudah itu. Bahwa toleransi harus dibangun dari kesadaran publik, susah.
Bagaimana pembentukan karakter anak muda agar toleransi?
Kan kepala daerah jarang berpikir ideologi bahwa rakyat saya harus begini loh, rata-rata kan mikirnya infrastruktur, tentang jalan, jembatan selesai. Saya kan berpikir ideologi, walaupun kadang harus berbenturan. Ada enggak orang yang mau berbenturan seperti saya? enggak mau semua cari aman.
Nah saya mah enggak, harus tegas garisnya selama tidak melanggar undang-undang jalan terus. Kedua memanej nya yang baik. Dan harus ada back up kuat dari keamanan, tidak boleh kompromi, kalau hukum ya hukum. Kalau musyawarah ya musyawarah.
Bagaimana hubungan dengan ormas keagamaan?
Enggak ada apa-apa, emang enggak ada masalah. Dahulu iya, biasa itu kan dinamika.
#inspirasikangdedi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar