expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Senin, 12 Desember 2016

Buku : KANG DEDI MENYAPA JILID 2 Bab 29 : BERHASIL KARENA PERATURAN

Sebenarnya birokrasi Indonesia itu bekerjanya itu tidak efektif karena terlalu bosen tapi tidak sampai pada kesasaran. Dari pemikiran saya pribadi tentang berbagai hal itu Indonesia itu sudah semestinya menjadi negara yang mengatur sesuatu berdasarkan konstitusi, orang taat itu karena konstitusi. Di Negara feodal ketaatan orang karena pemimpin, di negara demokrasi ketaatannya karena undang-undang. Nah Indonesia ini aneh, satu sisi sudah menyatakan negara demokrasi tetapi karena orang. Jadi negaranya sudah demokrasi, sudah terbuka pemilihannya sudah langsung, tetapi orang taat bukan karena undang undang tapi karena power atau kekuasaan orang. Di negara yang demokrasi dan konstitusional kok masih ribut urusan ratu adil. Nah Ratu itu lambangnya feodalisme, dari demokratis tidak mesti berharap lagi pada ratu, kenapa? Karena seluruh kehidupan masyarakatnya sudah diatur oleh undang undang mulai dari persoalan kesehatan pendidikan dan semuanya. Jadi bukan karena kebijakan lagi. Nah kita ini punya kebiasaan sampai hari ini masih meletakkan sesuatu pada kebijakan, artinya bukan negara demokrasi tapi negara kerajaan. Artinya baik buruknya suatu Negara tergantung rajanya, itu salah. Nah ke sini orang harus dipaksa oleh konstitusi. Saya membuat contoh, dulu waktu saya menjadi wakil bupati, persoalan tawuran tidak selesai. Tetapi ketika saya katakan akan cabut ijin sekolahnya atau tidak boleh terima siswa sekolah lagi baru takut. Persoalan saya digugat di PTUN hal tidak ada soal. Ketika saya ke sekolah saya bicara, kalau ke sekolah harus bawa bekel, bawa nasi, pokoknya kesekolah ngga boleh ada jajan. Tetep gak berhasil, terus saya katakan, hei kepala sekolah kalau anda masih melakukan itu di sekolahnya, anda saya pecat. Baru berhasil. Maksud saya, di negara maju mukul anak itu ngga boleh, membentak ngga boleh. Kenapa? Negara maju sudah punya perangkat. Anak kecil masuk ke orang dewasa ngga bisa, sudah ada aturannya, main game masuk ke orang dewasa itu ngga bisa, dia pakai motor ngga bisa, dia keluar jam sekian ngga bisa, ruangan anak-anak ini sudah dibagi, sudah ada undang-undangnya, taat karena CCTV juga mengawasinya. Pertanyaanya adalah kalau di Indonesia orang tua tidak bisa gampar anaknya lalu siapa yang mengurus? Di Indonesia, anak kecil kalau naik motor 2 orang 4 orang bisa, buang sampah bisa, nampar orang boleh, corat-coret boleh, berkelahi boleh. Kenapa? Karena perangkat negaranya tidak mengatur secara baik. Saran saya, ngga usah nasehati murid, tapi tinggal setiap pelanggaran dilaporkan. Jajan potong satu angka, jajan itu berhubungan dengan apa? 1 ekonomi, 2.kesehatan, 3 pendidikan, fikih dan agama, 4 persoalan disiplin PPKN, yang ke 5 hukum lingkungan. Dipotong semuanya, selesai. Nah sekarang ngga usah muter-muter beri peraturan, saya sudah tawari bikin peraturan daerah yang merancang tentang kependudukan di Purwakarta. Rakyat yang mendapatkan fasilitas subsidi kesehatan itu yang anaknya dua, di luar itu ngga disubsidi, selesai. Yang dapat bantuan bantuan listrik yang anaknya 2, diluar itu tidak dapat. Semuanya diatur oleh konstitusi dengan baik. Saya kalau ngasih bantuan nanti tanya anaknya berapa, anaknya 3 ngga dapat. Pendidikan bagi seluruh rakyat iya tapi berlaku bagi anak yang kedua, yang ketiga ngga gratis. Itu diatur oleh konstitusi dan bukan di atur oleh kekerasan ini, nah ini yang disebut negara konstitusional. Saya tadi nyelesein masalah Cirata. Pihak PLN ngga usah susah-susah. Secara konstitusi hukum anda kalah tapi anda menggunakan atribut secara terus menerus. Kasih dana CSR aja ke rakyatnya, suruh bagiin duitnya Nanti ngukur tanahnya ngga akan ribut lagi, selesai. Kalau KB nya masih KB proyek ya ngga akan berhasil tapi KB nya harus ada target. Contoh anak saya 2, istri saya ngerenghik pingin punya anak tapi saya harus memberikan contoh kepada rakyat kalau anak dua ya dua. Saja konsisten, kalau saya ngomonç sampah ya sampah, kalau ngomong pendidikan ya ngomong pendidikan, kalau saya ngomong kebudayaan saya ngga malu anak saya dalang wayang, yang satu main musik. Kalau ngomong bahasa Sunda. Dari dulu bupati ngomong bikin Raperda tentang kependudukan yaitu pemerintah daerah Purwakarta hanya menjamin mereka yang mempunyai anak dua. China berhasil karena undang-undangnya memaksa Hayo kalau mau dapat beras raskin anaknya harus dua, kalau anaknya tiga ya ngga dapat beras raskin. Peraturannya berlaku sejak ketok palu jadi yang ke belakang tidak ada masalah dan tetap dilayani. Jadi bekerja itu harus pada konstitusi, bekerja itu ada koridor meh kuat jadi tepat arahna. Tentu hal yang diwajibkan itu tidak boleh bayar, pemerintah mewajibkan sekolah jadi sekolah teu menang bayar. Buat dulu rancangannya dan pemerintah daerah ke masyarakat. Pemerintah berdasarkan kependudukan pasti nanti berhasil. Gimana caranya berhasil? Harus ada unsur memaksa berdasarkan konstitusi, undang-undang atau ‘perpres. Nah ayena loba jelema nanya nanya engkeu sing jadi pengganti bupati saha? Gampang, buat perda tentang jaminan perlindungan rakyat dan pemerintah daerah. Jalan teu menang bolong, rakyat boga listrik kabeh, rakyat boga cai, rakyat kudu sekolah kabeh, kabeh di jamin, lamun teu melaksanakan eta berarti bupati melanggar peraturan dan berhak mundur dan jabatan. Pakai undang-undang peraturan yang mengikat jadi bupati biar tunduk pada peraturan. Itu cara untuk memimpin Negara. * DISAMPAIKAN DALAM RAKERDA KKB KABUPATEN PURWAKARTA DI BALE CITRA RESMI, PADA 15 APRIL 2014 #inspirasikangdedi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar